Malang, Suaragong – Tie dye bahkan sempat menjadi metode yang diaplikasikan untuk pembuatan dekorasi berbasis tekstil di seluruh dunia. Bahkan bertahan selama lebih dari 600 tahun. Tie dye telah hadir sejak ribuan tahun lalu di kawasan Mesopotamia dan India. Beberapa juga mencatat teknik ini mulai ditemukan di Peru, Amerika Selatan (AS). Beberapa juga percaya bahwa teknik pencelupan memiliki akar yang kuat di negara-negara Afrika. Warna yang digunakan adalah warna alam seperti merah tanah, hijau lumut, dan biru langit. Pola tiedye biasanya menggunakan sebuah kain polos sebagai dasarnya namun ada teknik lain dengan cara memotong kain menjadi potongan-potongan kecil, mengikat dan mencelupnya ke dalam pewarna, kemudian menyambungkannya kembali dengan cara dijahit.
Teknik Pewarnaan Kain
Pada dasarnya, tie dye merupakan teknik pewarnaan kain dengan metode celup. Pada bagian kain, akan diwarnai dengan mengikat beberapa bagian tertentu sebelum dicelup atau diwarnai hingga memberikan efek-efek tertentu. Hasil pewarnaan dengan teknik ini akan menghasilkan pola geometris, abstrak, atau bahkan kombinasi keduanya. Di Indonesia, teknik tersebut juga dikenal dengan istilah jumputan. Beberapa bahkan mengkombinasikan teknik jumputan dengan batik.Jumputan adalah teknik mewarnai kain dengan cara diikat, ditekan, atau dijahit untuk mendapatkan motif tertentu. Ada 2 teknik untuk menciptakan jumputan. Teknik pertama adalah teknik ikat dan yang kedua adalah teknik jahitan.
Teknik ikat dilakukan dengan mengikat sejumput kain dengan tali atau karet secara kencang hingga larutan pewarna tak dapat meresap ke dalam ikatan tersebut. Setelah dilakukan perendaman, ikatan dilepas dan akan menghasilkan motif tertentu. Teknik jahitan dilakukan dengan membentuk pola dengan melipat atau memutar kain terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan menjahit pada titik tertentu dengan kencang. Setelah direndam, jahitan tersebut dilepas dan motif yang dibentuk akan tampak. Penggunaan teknik jumputan ini banyak berkembang di daerah Palembang, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali
Kembalinya Trend
Kondisi global yang terjadi saat kini turut memicu hadirnya kembali trend tie dye. Kelahirannya, di kondisi perubahan politik dan budaya mirip dengan kondisi yang terjadi saat ini jika dikaitkan dengan kebangkitan tren-tren tertentu di tengah banyaknya konflik global. tie dye menjadi simbol perlawanan bagi para ‘hippies’ terhadap budaya arus utama yang berlaku pada sat itu. Termasuk terhadap kapitalisme dan keseragaman yang tengah terjadi di tengah masyarakat saat penggunaan televisi mulai berkembang pesat. Tie dye menjadi pernyataan counterculture pada era itu.
Tie dye pun kemudian populer di kalangan hippies. Kaum hippies yang anti-kemapanan memuja tie dye yang dianggap sebagai produk yang lebih alami dan independen. Tie dye menghasilkan kain atau produk yang lebih individual dan unik karena hasilnya yang akan selalu berbeda pada setiap proses pembuatan. Tren fesyen sebenarnya bersifat nostalgia bisa digunakan sebagai bentuk pelarian karena konsumen menghadapi masalah global termasuk konflik, isu politik, pandemi, resesi, dan keosnya kondisi global. (Ind)