SUARAGONG.COM – Sebuah pekerjaan memang terkadang berat, khususnya yang tinggal di beberapa wilayah atau Negara maju. Budaya kerja keras, teratur, dan ketat di China kembali menjadi sorotan. Hal ini setelah sebuah tragedi menimpa seorang pria berusia 30 tahun yang dikenal sebagai A’bao. Pekerja di China tersebut meninggal dunia setelah bekerja selama 104 hari berturut-turut, hanya dengan satu hari libur. Kasus ini memicu kekhawatiran tentang kesehatan para pekerja di China. Yang sering kali bekerja di bawah tekanan ekstrem tanpa cukup waktu istirahat.
Pekerja di China Bekerja 104 Hari dengan 1 Hari Cuti
Dilaporkan oleh South China Morning Post (SCMP) pada Selasa (10/9/2024). Diketahui A’bao bekerja sebagai pelukis untuk sebuah perusahaan konstruksi yang namanya tidak diungkapkan. Ia menandatangani kontrak pada Februari 2023 untuk proyek di Zhoushan, Provinsi Zhejiang. Dan ia pun harus bekerja tanpa henti hingga Mei, dengan satu-satunya hari libur pada 6 April.
Kronologi
Pada 25 Mei, A’bao merasa tidak enak badan dan mengambil cuti sakit untuk beristirahat di asramanya. Namun, tiga hari kemudian, kondisinya memburuk drastis, dan ia dilarikan ke rumah sakit. Ia didiagnosis menderita infeksi paru-paru serta gagal napas.
Meskipun telah mendapatkan perawatan medis, nyawanya tidak tertolong. Pada akhirnya dinyatakan meninggal pada 1 Juni akibat gagal organ ganda yang disebabkan oleh infeksi pneumokokus. Infeksi ini sering kali dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah. Kondisi yang diduga muncul akibat kelelahan ekstrem setelah bekerja selama lebih dari tiga bulan tanpa istirahat.
Kasus Dibawa ke Mata Hukum
Kasus ini dibawa ke Pengadilan Provinsi Zhejiang, yang memutuskan bahwa perusahaan tempat A’bao bekerja bertanggung jawab sebesar 20 persen atas kematiannya. Pengadilan menilai bahwa beban kerja yang diberikan kepada A’bao melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan China. Dimana mengamanatkan jam kerja maksimal 8 jam per hari dan rata-rata 44 jam per minggu. Pengadilan juga memutuskan bahwa pekerjaan yang berlebihan tersebut berdampak langsung pada melemahnya kondisi fisik A’bao dan memperburuk kesehatannya.
Konpensasi
Keluarga A’bao mendapatkan kompensasi sebesar 400.000 yuan (sekitar Rp 869 juta). Nominal tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan. Meskipun perusahaan mengajukan banding atas keputusan tersebut, Pengadilan Menengah Rakyat Zhoushan menolak banding tersebut pada Agustus, menguatkan putusan awal.
Kasus ini menyoroti kerasnya budaya kerja di China. Beserta juga risiko kesehatan yang dihadapi oleh para pekerja dalam lingkungan kerja yang menuntut. (Aye/Sg).