SUARAGONG.COM – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) terus menunjukkan komitmen kuat dalam memerangi penyebaran penyakit tuberculosis (TBC). Peningkatan Kasus Penyakit ini kian menjadi kekhawatran Pihak pemerintah Jatim. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi rutin setiap minggu ke kabupaten/kota di seluruh Jawa Timur. Program ini bertujuan untuk memantau secara langsung perkembangan kasus TBC dan mengoptimalkan pencegahan penularannya.
Evaluasi Rutin untuk Mengoptimalkan Penanggulangan TBC di Jatim
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (Dinkes Jatim), Dr. Farida Cahyani, mengungkapkan bahwa tingkat penyebaran TBC di Jawa Timur masih cukup tinggi. Hingga akhir Oktober 2024, estimasi jumlah kasus terduga TBC yang ditemukan baru mencapai 73.000 dari sekitar 116.000 yang diperkirakan, atau sekitar 62 persen. Padahal, target pencapaian seharusnya adalah 90-95 persen.
“Kami terus mendorong kabupaten dan kota untuk melaksanakan evaluasi mingguan, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja mereka dalam mencegah penularan TBC. Memang, memutus rantai penularan penyakit ini tidak mudah,” jelas Farida setelah membuka Focused Group Discussion (FGD) mengenai Rencana Aksi Daerah (RAD) TBC 2025-2026 di The Alana Surabaya pada Senin (4/11/2024).
Tantangan dalam Mengendalikan Penyebaran TBC
Penyebaran TBC yang sulit dikendalikan disebabkan oleh sejumlah faktor. Termasuk rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ketika terpapar kontak erat dengan penderita TBC. Padahal, bakteri TBC dapat berada dalam kondisi ‘tidur’ dan menulari seseorang ketika sistem kekebalan tubuh melemah. Dinkes Jatim berusaha semaksimal mungkin dengan melakukan tracing atau pelacakan kontak untuk memastikan bahwa orang yang terpapar tidak terinfeksi atau menderita TBC laten.
“Sering kali orang-orang di sekitar pasien TBC enggan untuk diperiksa, meskipun mereka bisa saja membawa bakteri dalam kondisi tidak aktif. Ketika daya tahan tubuh menurun, bakteri tersebut bisa aktif kembali dan menginfeksi orang lain,” jelas Farida.
Kolaborasi Lintas Sektor Diperlukan untuk Atasi TBC di Jatim
Dr. Farida menekankan bahwa penanggulangan TBC membutuhkan kerja sama antara berbagai pihak. Baik itu dari sektor kesehatan, masyarakat, maupun lembaga-lembaga terkait lainnya. Penanggulangan yang efektif harus melibatkan sinergi lintas sektor untuk memaksimalkan upaya pencegahan dan pengobatan.
Profesor Ratna Dwi Wulandari, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Dimana ia juga yang menjadi fasilitator dalam penyusunan RAD TBC Jatim 2025-2026, menyatakan bahwa penanggulangan TBC memerlukan perhatian serius. Karena proses penularan, gejala, dan bahkan kematian akibat TBC bisa berlangsung lama. “Berbeda dengan COVID-19 yang langsung mendapat respons cepat, TBC sering kali tidak mendapat perhatian yang sama dari masyarakat,” ujar Ratna.
Penyusunan RAD TB Jatim 2025-2026 untuk Mengatasi TBC Secara Holistik
Salah satu langkah strategis dalam mengatasi masalah TBC adalah penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) TB Jawa Timur untuk tahun 2025-2026. RAD ini dirancang untuk tidak hanya mencakup aspek medis. Tetapi juga edukasi masyarakat tentang gejala, penularan, pengobatan, serta akses jaminan sosial bagi penderita TBC. Langkah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini dan pengobatan TBC.
“Penyusunan RAD TB ini melibatkan hampir seluruh sektor. Dengan langkah yang terkoordinasi dan menyeluruh, kami berharap dapat menurunkan angka penularan, meningkatkan temuan kasus terduga, dan mengoptimalkan pengobatan. Semua ini bertujuan untuk mewujudkan target Eliminasi TBC pada tahun 2030,” tambah Ratna. (Aye/Sg).
Baca Juga : Gaes !!! Dinkes Jatim Soroti Tingginya Kasus TBC di Jawa Timur