SUARAGONG.COM – Pelarangan penjualan rokok eceran tampaknya berpotensi menjadi bumerang bagi pemerintah. Alih-alih berhasil menekan angka konsumsi rokok, kebijakan ini justru diprediksi akan menimbulkan polemik baru. Khususnya bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Kebijakan ini merupakan bagian dari aturan pelaksana sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2024 dan mengacu pada Undang-Undang No.17/2023 tentang Kesehatan. Dasar-Dasar tersebut juga mencakup pengetatan produk hasil tembakau, termasuk rokok elektronik.
Budaya Merokok Di Indonesia
Di Indonesia, rokok masih menjadi bagian penting dari perekonomian dan budaya masyarakat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 33,8% dari populasi dewasa di Indonesia merupakan perokok aktif. Rokok kretek, yang merupakan produk lokal, menjadi salah satu produk tembakau yang paling banyak dikonsumsi. Industri hasil tembakau (IHT) juga memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai, dengan nilai mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Namun, di balik kontribusi ekonominya, konsumsi rokok juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan masyarakat. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit yang berkaitan dengan rokok, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung, masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Pemerintah telah mencoba berbagai cara untuk mengurangi angka perokok. Termasuk salah satunya dengan menaikkan tarif cukai rokok secara bertahap dan melarang iklan rokok di berbagai media.
Pelarangan Penjualan Rokok Eceran
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai bahwa pengesahan aturan pelarangan penjualan rokok eceran sama saja dengan mematikan industri hasil tembakau (IHT), pedagang eceran, hingga petani tembakau. Trubus mengungkapkan kekhawatirannya bahwa industri rokok yang selama ini berkontribusi signifikan melalui pajak dan cukai yang tinggi, akan terancam mati.
“Pemerintah semestinya tidak hanya sekadar melarang, tetapi juga memberikan solusi dan antisipasi atas dampak dari kebijakan tersebut terhadap industri. Terlebih, ada sekitar 6,1 juta orang yang menggantungkan nasibnya pada industri ini,” ujar Trubus. Ia juga menilai tidak ada relevansi antara konsumsi rokok dengan penjualan di tingkat pedagang eceran. Justru, menurutnya, larangan menjual rokok eceran akan mematikan pedagang kecil yang sebagian besar hidup dari penjualan tersebut. (Aye/Sg).