SUARAGONG.COM – Salah Satu platform Media yang cukup populer saat ini, Telegram. Namun kini bernasib tidak baik usai tersandung masalah hukum. Dan kini sedang panas-panasnya telegram dengan Uni Eropa.
Salah satu pesaing besar media sosial ini kini berada di bawah tekanan berat. Hal tersebut usai menjadi sasaran investigasi mendalam Uni Eropa. Di samping masalah hukum serius yang dihadapi CEO-nya, Pavel Durov, di Prancis. Masalahnya Jadi Double Nih Gaes!.
Telegram Tersandung Kasus Hukum dengan Uni Eropa
Kabarnya Hingga saat ini, Telegram belum memberikan tanggapan resmi terkait investigasi Uni Eropa. Namun sebelumnya, mereka telah mengklaim bahwa jumlah pengguna aktif bulanannya di Uni Eropa jauh di bawah angka 45 juta. Angka ini merupakan ambang batas yang menentukan apakah suatu platform masuk dalam kategori “platform online besar”. Sebagaimana di bawah aturan Digital Services Act (DSA).
Kecurigaan Terhadap Telegram
Investigasi ini dipicu oleh kecurigaan bahwa Telegram sengaja memberikan data yang tidak akurat mengenai jumlah penggunanya di Uni Eropa. Jika terbukti bersalah, Telegram bisa dikenai denda hingga 6% dari total pendapatan tahunannya, serta menghadapi pembatasan atau bahkan penangguhan layanan di wilayah Uni Eropa.
Sementara itu, Pavel Durov juga tengah berhadapan dengan masalah hukum di Prancis. Durov dituduh terlibat dalam berbagai aktivitas ilegal, termasuk penyebaran pornografi anak, perdagangan narkoba, dan peretasan. Meskipun Durov membantah semua tuduhan tersebut, ia sempat ditahan oleh otoritas Prancis sebelum akhirnya dibebaskan dengan jaminan. Tuduhan ini, jika terbukti benar, akan memberikan pukulan berat terhadap reputasi Telegram dan dapat mempengaruhi operasional platform ini di berbagai negara.
Eksistensi Telegram Terancam?
Di sisi lain, investigasi Uni Eropa menjadi ancaman serius terhadap eksistensi Telegram di kawasan tersebut. Komisi Eropa mencurigai Telegram sengaja melaporkan jumlah penggunanya di bawah 45 juta untuk menghindari kewajiban tambahan yang diatur oleh DSA. Jika kecurigaan ini terbukti benar, dampaknya bisa sangat merugikan perusahaan, baik secara finansial maupun reputasi.
Thomas Regnier, juru bicara Komisi Eropa untuk isu digital, menegaskan bahwa Uni Eropa memiliki metode sendiri untuk memverifikasi data pengguna yang dilaporkan oleh platform digital. “Jika kami menemukan adanya ketidaksesuaian, kami berhak untuk mengklasifikasikan platform tersebut sebagai platform online besar berdasarkan hasil investigasi kami,” ujarnya.
Tantangan yang Dihadapi
Kombinasi dari investigasi Uni Eropa dan kasus hukum di Prancis ini membuat masa depan Telegram di Eropa menjadi sangat tidak pasti. Jika Telegram gagal menghadapi kedua tantangan ini, reputasinya bisa rusak parah, dan perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan besar dalam mempertahankan operasionalnya di wilayah ini. Bagi para pengguna Telegram, perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya akses terhadap platform tersebut di masa depan. (Aye/Sg).