SUARAGONG.COM – Para petani di Banyuwangi kembali menggelar tradisi Bubak Bumi, sebuah ritual yang digelar di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Ritual ini untuk menyambut awal musim tanam. Sebuah Tradisi yang esensinya merupakan doa bersama yang dilaksanakan sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar musim tanam berjalan lancar. Serta untuk memperkuat persatuan di antara para petani Banyuwangi.
Tradisi Ritual Bubak Bumi Mengawali Musim Tanam Petani Banyuwangi
Menurut laporan dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pada Selasa (1/10/2024), sebanyak 275 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) ikut serta dalam tradisi ini. Setiap petani membawa tumpeng, sebuah sajian khas yang akan dimakan bersama-sama usai doa. Tumpeng tersebut menjadi simbol rasa syukur dan harapan akan kesuburan tanah dan kelancaran dalam pengelolaan pertanian.
Pj Sekretaris Daerah Banyuwangi, Guntur Priambodo, yang turut membuka acara, menyampaikan pentingnya Bubak Bumi sebagai warisan budaya yang harus dijaga. “Ini adalah tradisi yang sudah lama dijalankan oleh petani Banyuwangi. Tidak hanya di Dam Karangdoro, tapi juga di dam-dam kecil lainnya,” jelasnya.
Keberadaan Dam Karangdoro yang Vital untuk Pertanian
Pelaksanaan tradisi Bubak Bumi dipusatkan di Dam Karangdoro, dam terbesar di Banyuwangi yang mengairi lahan seluas 16.165 hektar di sembilan kecamatan, seperti Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran, dan Siliragung. Dam ini sangat penting dalam menjaga produktivitas sawah di daerah tersebut.
Guntur juga menambahkan bahwa Dam Karangdoro dibangun pada masa penjajahan Hindia Belanda pada tahun 1921, dengan Ir. Sutedjo, seorang insinyur Indonesia, sebagai pimpinan proyeknya. Meskipun sempat rusak akibat banjir besar yang terjadi pada tahun 1929, dikenal dengan peristiwa “Belabur Senin Legi.” Dam ini kembali dibangun pada tahun 1935 dan diresmikan pada masa pendudukan Jepang pada 1942. Peristiwa banjir tersebut dipercaya menjadi cikal bakal pelaksanaan ritual Bubak Bumi. Yang mana dilaksanakan setiap hari Senin, untuk meminta perlindungan dari bencana serupa.
Simbol Syukur dan Harapan Melalui Prosesi Dawet
Selain doa dan makan bersama, ritual Bubak Bumi juga ditandai dengan prosesi menuangkan dawet ke sungai. Ini melambangkan harapan agar aliran air dari dam melimpah dan mampu menyuburkan sawah-sawah yang digarap para petani.
Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Banyuwangi, Riza Al Fahrobi, menambahkan bahwa Dam Karangdoro tidak hanya berfungsi sebagai sumber irigasi terbesar di Banyuwangi, tetapi juga menjadi salah satu yang terbesar di Jawa Timur. Karena itu, pengelolaan dan pemeliharaannya dilakukan bersama oleh Dinas PU Banyuwangi, Balai Besar Brantas, dan PUSDA Wilayah Sungai Sampean Baru, mengingat dam ini juga merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Para petani yang mengikuti Bubak Bumi tampak menikmati prosesi ini, terutama saat makan tumpeng bersama-sama. Sebanyak 100 tumpeng disediakan, sebagai tanda syukur kepada Sang Pencipta atas kelimpahan rezeki yang diharapkan datang melalui musim tanam yang akan segera dimulai. (Aye/Sg).
Baca Juga : Gaes !!! 450 Keturunan Arya Kanuruhan asal Bali, Ritual di Candi Singosari, Malang