Jember, Suaragong– Upaya Pemkab Jember menekan angka stunting di Jember yaitu dengan mewajibkan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki anak asuh. Kebijakan terssebut telah sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 411/7440/311/2024 tentang Anak Asuh Balita Stunting.
Berdasarkan hasil data dari pengukuran angka prevalensi stunting Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Kabupaten Jember sebesar 34,9 persen. Sedangkan pada 2023, turun sebesar 5,2 persen menjadi 29,7 persen.
Tanggapan Bupati Jember
Bupati Jember Hendy Siswanto mengatakan, daerahnya masuk dalam 10 besar kabupaten yang mengalami penurunan prevalensi stunting. Dengan adanya surat edaran tersebut, diharapkan bisa menekan angka stunting dan mewujudkan Zero Growth Stunting.
Menurutnya, sangat pentinguntukberupayamenurunkanangkastuntingsecepatmungkin. Tujuannyauntukmenghindaridampaknegatifjangkapanjangsepertigangguantumbuhkembangpadaanak. Olehkarenaitu,intervensiutamayangharusdilaksanakanterdiridariintervensiyangspesifikdansensitive.
Dalam upaya mewujudkan program Zero Growth Stunting, kata dia, perlu dilakukan sejumlah tindakan. Di antaranya, semua ASN tanpa terkecuali wajib memiliki anak asuh wasting atau anak/balita berstatus gizi kurus atau sangat kurus menurut indicator BB/TB), atau anak asuh underweight (anak balita berstatus gizi BB kuranggmenurut indicator BB/U).
Selain itu, setiap dokter, perawat, dan bidan diwajibkan untuk memiliki anak asuh balita wasting dan underweight minimal 1 anak. secara teknisnya, dilakukan pemberian paket bantuan untuk balita asuh berupa makanan bergizi, multivitamin, dan snack atau camilan tinggi protein selama 1 bulan. Kegiatan ini dilakukan melalui kunjungan rumah, dan edukasi yang wajib dilakukan minimal dua minggu sekali sambil memantau evaluasi dan kemajuannya.
Hendy berharap dukungan ini dapat membantu setiap anak menambah berat badan, meningkatkan gizi, dan mencegah stunting. “Hubungi Puskesmas setempat untuk mendapatkan data anak yang memenuhi syarat dan anak asuh,” ujarnya.
Selain itu, Pemkab Jember juga telah menerbitkan SE pencegahan perkawinan anak. Melalui SE ini, Pemprov Jember menerbitkan SE tentang pelayanan permohonan surat nikah yang mengatur bahwa perkawinan hanya diperbolehkan ketika seorang pria dan seorang wanita telah mencapai usia 19 tahun.
“Pemkab Jember juga memperkuat pengecualian nikah. Hanya diberikan karena alasan yang sangat mendesak dan dengan bukti yang cukup,” ujarnya.
Pihaknya juga menugaskan KUA, kepala desa, lurah, RT, RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama berpartisipasi dalam upaya pencegahan pernikahan anak. Termasuk dengan tidak memberikan dukungan terjadinya perkawinan anak (Fz/Sg).
SUARAGONG.COM – Rendang, kuliner khas Sumatera Barat yang telah mendunia, kembali menjadi sorotan sebagai potensi warisan budaya dunia. Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia,...