Type to search

Ekonomi Pemerintahan

Ribuan Ton Gula Tak Terserap, Fraksi PDIP DPRD Jatim Desak Pemerintah

Share
Sekitar 76 ribu ton gula hasil produksi lokal tidak terserap pasar, menumpuk di gudang, pemerintah pusat didesak bertindak

SUARAGONG.COM – Ratusan petani tebu di Jawa Timur tengah dirundung masalah besar. Sekitar 76 ribu ton gula hasil produksi lokal tidak terserap pasar, menumpuk di gudang, dan membuat harga gula petani kian tertekan.

76 Ribu Ton Gula Lokal Tak Terserap Pasar, Pemerintah Diminta Bertindak

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Wiwin Sumrambah, menyebut salah satu penyebab utama adalah bocornya gula rafinasi ke pasar umum. Padahal sesuai aturan, gula rafinasi hanya boleh digunakan untuk kebutuhan industri, bukan konsumsi rumah tangga.

“Sesuai Permentan Nomor 48 Tahun 2020, gula rafinasi jelas hanya untuk industri. Kalau terus bocor ke pasar, petani tebu jadi korban karena harga mereka kalah bersaing,” tegas Wiwin, Senin (1/9/2025).

Baca JugaKhusnul Khuluk Keluhkan Krisis Tetes Tebu di Jatim

Terbitkan Distribusi Gula Rafinasi

Politikus yang juga anggota Komisi B DPRD Jatim itu mendesak pemerintah pusat maupun daerah segera menertibkan distribusi gula rafinasi. Ia mengingatkan, penumpukan 76 ribu ton gula petani bukan hanya soal harga jatuh, tetapi juga ancaman serius bagi keberlanjutan usaha tani tebu.

“Kalau gula sebanyak itu tidak terserap, jelas masalahnya darurat. Pemerintah harus hadir memberi solusi nyata,” lanjutnya.

Wiwin menambahkan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan secara tegas mengamanatkan pemerintah untuk melindungi petani. Termasuk menjamin kepastian pasar hasil produksinya. Karena itu, ia mendorong Pemprov Jatim bersama Bulog dan pabrik gula daerah segera menyiapkan skema penyerapan hasil tebu lokal.

“Komisi B siap mengawal koordinasi dengan Bulog dan pabrik gula. Petani harus mendapat kepastian pasar, jangan terus dihantui kerugian,” ujarnya.

Baca Juga : Pedagang Pasar Klojen Mulai Resah Isu Beras Oplosan

Posisi Jawa Timur dalam Industri Gula

Jawa Timur sendiri masih menjadi produsen gula kristal putih terbesar di Indonesia. Pada 2022, produksinya mencapai sekitar 1,192 juta ton atau hampir separuh dari total nasional. Proyeksi terbaru bahkan menyebutkan produksi akan naik menjadi 1,457 juta ton pada 2025 dengan rendemen tebu sekitar 7,76 persen.

Namun, capaian tersebut terancam sia-sia bila masalah distribusi dan penyerapan tidak ditangani serius. Apalagi saat ini harga gula konsumsi berada di kisaran Rp18.000 per kilogram, jauh di atas Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp14.500. Di tingkat petani Jatim, harga rata-rata memang sedikit lebih tinggi, Rp15.450 per kilogram—tertinggi secara nasional—tetapi stok yang menumpuk membuat petani tetap merugi.

Sekjen DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edi Sukamto, mengingatkan kondisi petani semakin berat. “Sebagian petani sudah tidak mampu operasional karena gula menumpuk. Mereka sekarang menagih janji pemerintah soal dana Rp1,5 triliun dari Danantara untuk membeli gula rakyat,” ungkapnya.

Dengan kondisi ini, Wiwin menekankan, pemerintah tidak boleh menunggu masalah semakin membesar. “Kalau tidak segera ada langkah tegas, target swasembada gula hanya tinggal wacana,” pungkasnya. (Wahyu/aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69