Type to search

News

Gunakan Narkoba, 6 Polisi Malah Diberi Sanksi Sholat Saja

Share
Enam Polisi Kalsel malah dihukum sholat saja usai memakai narkoba (Ilustrasi oleh: Galih)

SUARAGONG.COM – Indonesia kembali dibuat geleng-geleng kepala. Bukan karena prestasi membanggakan, tapi karena keputusan ganjil yang diambil institusi penegak hukum. 

Baca Juga: Polisi Gerebek Judi Sabung Ayam di Karangploso

Enam anggota Polres Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, dinyatakan positif menggunakan narkoba, namun hukuman yang mereka terima bukan pemecatan, bukan penjara, bukan pula rehabilitasi. 

Hukumannya? Cukup dengan salat lima waktu dan pembinaan rohani. Sebuah tindakan yang mengejutkan publik

Dari Tes Urine ke Sajadah

Kabar ini mencuat setelah hasil tes urine yang dilakukan pada 20 Mei 2025 menunjukkan enam personel positif mengonsumsi narkotika jenis sabu. Tes tersebut merupakan bagian dari operasi rutin Propam Polres HST.

Alih-alih diproses hukum sebagaimana yang berlaku untuk masyarakat sipil pengguna narkoba, keenam anggota polisi ini justru dikenai “hukuman pembinaan” berupa salat lima waktu di masjid secara berjamaah dan pendampingan dari rohaniawan.

Kepala Polres HST, AKBP Jimmy Kartayuda, menyatakan bahwa para personel tersebut masih “bisa dibina” dan menunjukkan niat untuk berubah. “Mereka kami wajibkan salat lima waktu secara berjamaah dan mendapat pembinaan,” katanya dikutip dari Kompas.

Beda Penanganan, Beda Keadilan?

Pertanyaannya adalah kenapa ketika masyarakat sipil tertangkap menggunakan narkoba, mereka langsung digiring ke jeruji besi atau pusat rehabilitasi? Tapi ketika yang bersangkutan berseragam, hukum bisa begitu lentur dan ramah?

Apakah ini sinyal bahwa penegakan hukum di Indonesia bersifat tebang pilih?

Dalam kasus-kasus serupa di masyarakat, pengguna narkoba sering kali tidak diberi kesempatan “dibina secara rohani”, melainkan langsung dilabeli sebagai penjahat. Reputasi hancur, karier tamat, dan masa depan suram. Tapi jika yang melanggar adalah aparat, tiba-tiba pintu maaf dan sajadah terbuka lebar.

Polda Kalsel: Itu Baru Tahap Awal

Polda Kalimantan Selatan akhirnya buka suara. Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Mochamad Rifa’i, menjelaskan bahwa hukuman salat berjamaah itu bukan satu-satunya tindakan, melainkan bagian dari pembinaan awal.

“Langkah selanjutnya akan ada evaluasi, bisa ke proses pidana atau etik,” ujar Rifa’i. 

Namun, publik tetap skeptis. Pasalnya, rekam jejak penanganan kasus narkoba oleh aparat kerap berujung pada penghilangan bukti, pemutihan, atau hanya sanksi administratif.

Bentuk Hukum yang Timpang

Ini bukan soal membenci institusi. Ini soal keadilan. Ketika hukum tidak lagi tajam ke atas tapi tumpul ke bawah, rasa percaya masyarakat terhadap aparat ikut runtuh.

Masyarakat awam sudah bosan dengan narasi “pembinaan” yang hanya berlaku bagi oknum berpangkat. Sementara pemuda kampung yang tersandung satu linting ganja bisa dihukum bertahun-tahun penjara.

Apakah aparat kebal hukum? Atau kita semua yang dibodohi secara sistematis?

Membenahi Hukum dari Dalam Bukan Berarti Menutup Mata

Pembinaan internal memang penting, tapi itu tidak cukup. Jika ingin mereformasi institusi kepolisian, maka sanksi harus tegas, setara, dan tidak pandang bulu. Polisi seharusnya memberi contoh, bukan justru mencederai kepercayaan publik.

Salat lima waktu memang wajib bagi umat Islam, tapi menjadikannya sebagai hukuman atas tindakan kriminal adalah pelecehan terhadap makna ibadah itu sendiri. (PGN)

Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *