Type to search

Daerah Gaya Hidup

Hari Jadi Besuki, Mengenang Perjalanan Sejarah dari Abad ke-18

Share
Pawai budaya bertajuk Napak Tilas Besoeki, puncak peringatan Hari Jadi Besuki (HJB) ke-261, Mengenang Sejarah dari Abad ke-18

SUARAGONG.COM – Hujan rintik tak menyurutkan langkah ribuan warga Besuki yang memadati jalanan, Sabtu (6/9/2025). Dengan balutan busana tradisional Madura, mereka larut dalam pawai budaya bertajuk Napak Tilas Besoeki, puncak peringatan Hari Jadi Besuki (HJB) ke-261.

Pawai Budaya ‘Napak Tilas Besoeki’ di Hari Jadi Besuki (HJB) ke-261

Pawai ini bukan sekadar arak-arakan, melainkan simbol perjalanan panjang lahirnya Kota Besuki. Start dari Desa Demung, peserta menelusuri jalan utama hingga berakhir di sebuah musala kuno yang dipercaya sebagai tempat pertama kali berlabuhnya Ki Wiroakromo, ayahanda Ke Pate Alos, peletak dasar peradaban Besuki. Di lokasi bersejarah ini, doa bersama dipanjatkan sebagai penghormatan pada para leluhur.

Di tengah suasana sakral, pemerhati sejarah Rahmat mengisahkan kembali jejak para pendiri Besuki. Menurutnya, Raden Bagus Kasim atau Ke Pate Alos diangkat menjadi Demang Besuki menggantikan ayahnya, Abdur Rahman Wiroakromo. Garis keturunannya tersambung langsung ke Keraton Mataram, cicit dari Pakubuwono II. Dari pernikahan Raden Abdullah—buyut Ke Pate Alos—dengan putri Kiai Tanjung di Pamekasan, lahirlah empat putra, salah satunya Abdur Rahman Wiroakromo yang kemudian membuka wilayah Demung.

Wilayah Demung berkembang pesat karena posisinya strategis, diapit kekuasaan Prabu Tawang Alun Blambangan dan Untung Surapati di Pasuruan. Pada tahun 1755, Abdur Rahman diangkat menjadi Demang oleh Tumenggung Joyo Lelono dari Banger (Probolinggo). Seiring perkembangan itu, pusat kekuasaan bergeser ke Besuki. Babak baru pemerintahan resmi dimulai pada 12 Rabiul Awal 1178 H atau 8 September 1764 M.

Rahmat juga menyinggung peran tokoh Tionghoa Muslim seperti Kapten Biwi bergelar Kironggo Pranolo dan Hansuki, yang berkontribusi dalam pembangunan Masjid Besuki. Ia menambahkan, Ke Pate Alos dikenal halus budi namun pemberani, bahkan sempat mematahkan serangan Gagak Wening—cermin karakter bengalan (pemberani) sekaligus berbudi halus yang diwariskan leluhur Besuki.

Baca Juga : Napak Tilas Hari Jadi Besoeki ke-261: Sejarah Lahirnya Besuki

Pentingnya Sejarah Sebagai Pijakan Pembangunan

Sebelum pawai dimulai, Kades Demung Aguk Prayogi memberikan pengantar singkat membangkitkan semangat peserta. Suasana kian khidmat dengan hadirnya Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo (Mas Rio).

Dalam pidatonya, Mas Rio menegaskan pentingnya sejarah sebagai pijakan pembangunan.

“Sekecil apa pun kekuasaan yang kita miliki, jika digunakan dengan benar, akan berdampak besar bagi masyarakat. Napak tilas ini bukan sekadar ritual, tapi warisan nilai yang harus kita terjemahkan jadi manfaat nyata,” ujarnya.

Tantangan Besuki di Masa Kini

Mengutip pesan Bung Karno tentang JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah), Mas Rio mengingatkan agar generasi kini menghargai jasa pendahulu. Ia juga menyoroti tantangan Besuki masa kini.

“Pendopo tua dan bangunan cagar budaya banyak yang terancam hilang jika tidak dirawat. Jangan sampai wujud sejarah kita runtuh di depan mata,” tegasnya.

Mas Rio lalu mengaitkan momentum HJB dengan pembangunan ekonomi.

“Sekarang kemiskinan tertinggi ada di Arjasa dan Besuki. Mari kita jadikan sejarah ini energi untuk memperbaiki ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan pena yang kita pegang hari ini, kita bisa menulis masa depan Besuki yang gemilang,” katanya penuh semangat.

Acara ditutup doa bersama, diikuti sesepuh, tokoh agama, masyarakat, hingga pejabat daerah. Hari Jadi Besuki pun dimaknai bukan sekadar perayaan, melainkan pengingat perjuangan leluhur sekaligus pemacu semangat menata masa depan lebih baik. (Mam/aye)

Tags:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69