Gaes !!! Jokowi Izinkan Aborsi Untuk Korban Pemerkosaan?
Share

Suaragong – Gaes, Presiden Jokowi baru-baru ini menyetujui aturan baru mengenai praktik aborsi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Aturan ini mengizinkan aborsi dalam kondisi tertentu, terutama untuk korban pemerkosaan. Keputusan ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Menurut DR dr. Adib Khumaidi, SpOT, Ketua Umum PB IDI, aborsi adalah tindakan medis yang harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan di fasilitas kesehatan yang memenuhi standar.
“Tentunya harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang telah memenuhi persyaratan.” Ujarnya dalam konferensi pers daring pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG, seorang Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari IDI, menekankan pentingnya fasilitas medis yang tepat untuk melaksanakan aborsi.
“Kriteria yang harus dipenuhi oleh faskes termasuk keberadaan tenaga medis yang berpengalaman. Serta fasilitas yang memadai seperti ruang operasi dan alat-alat medis yang steril.” Paparnya.
Dalam konteks ini, Dr. Ari juga mengajukan pertanyaan kritis terkait dengan batasan usia janin yang bisa diaborsi.
“Sebagai contoh, aborsi pada usia 14 minggu memiliki risiko yang signifikan. Termasuk risiko perdarahan yang tinggi dan janin tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda kehidupan.” Ungkapnya.
Baca juga : Mengapa Pelecehan Seksual Sering Terjadi?
Dampak Aborsi
Lebih lanjut, Dr. Ari juga menggarisbawahi dampak psikologis dari aborsi bagi korban pemerkosaan yang sudah mengalami trauma.
“Kondisi psikologis ini bisa memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental mereka.” Tambahnya.
Sementara itu, reaksi masyarakat terhadap aturan ini sangat bervariasi. Ada yang mendukung langkah pemerintah dalam memberikan akses yang lebih baik bagi korban pemerkosaan. Namun ada juga yang mengkhawatirkan konsekuensi jangka panjang dari kebijakan ini.
Diskusi terus berlanjut mengenai bagaimana implementasi aturan ini akan dilakukan. Termasuk standar yang harus dipatuhi oleh fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan aborsi. IDI dan pihak terkait terus mengupayakan agar prosedur aborsi dilakukan dengan aman dan sesuai dengan prinsip-prinsip medis yang berlaku.
Sebagai penutup, keputusan ini tidak hanya menyoroti isu kesehatan fisik. Tetapi juga kesehatan mental dan hak-hak perempuan. Diskusi yang mendalam dan solusi yang cermat diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya legal. Tetapi juga dilaksanakan dengan memperhatikan perlindungan terhadap korban dan keselamatan prosedur medis yang dilakukan. (rfr)