Jombang Darurat Mental? Ini Kata Aktivis Muda!
Share

SUARAGONG.COM – Kasus bunuh diri Jombang kembali mengguncang publik. Dalam satu hari, dua kejadian memilukan terjadi di lokasi berbeda Mojoagung dan Megaluh. Yang satu melibatkan pemuda usia 20-an, dan yang satunya lagi seorang kakek berusia 83 tahun. Dua-duanya jadi pengingat keras bahwa kesehatan mental bukan hal sepele.
Yesi Aprillia, seorang aktivis muda asal Jombang yang concern pada isu kesehatan mental, buka suara soal peristiwa ini. Ia menilai, banyak orang masih mengabaikan aspek psikologis dalam kehidupan sehari-hari, padahal dampaknya bisa fatal.
Dua Kasus Bunuh Diri Jombang Terjadi di Hari yang Sama, Dua Generasi Jadi Korban
Hari Jumat, 4 Juli 2025, menjadi hari kelam bagi warga Jombang. Dua kasus bunuh diri Jombang terjadi nyaris bersamaan.
Kasus pertama melibatkan MA (20), pemuda dari Mojoagung yang nekat melompat ke dalam sumur karena kisah cintanya tidak direstui. Beruntung, ia selamat berkat pertolongan warga.
Di lokasi berbeda, Megaluh, seorang kakek bernama Giman (83) mencoba mengakhiri hidupnya dengan menusuk dada sendiri. Ia diduga frustasi karena penyakit kronis yang terus memburuk. Dua kejadian ini memperlihatkan bahwa gangguan psikologis bisa terjadi di usia berapa pun.
Yesi, yang aktif di Komunitas Ruma Dara, menegaskan bahwa tekanan hidup seperti cinta, ekonomi, pendidikan, maupun penyakit bisa menjadi pemicu utama.
“Masalah mental nggak pandang usia. Anak muda bisa, lansia juga bisa. Semua bisa jadi korban,” ujarnya.
Baca juga: Terdampak Perubahan Iklim di india, 3.090 Petani Bunuh Diri
Dukungan Sosial Kunci Mencegah Kasus Bunuh Diri Jombang
Menurut Yesi, dukungan sosial dan lingkungan sangat penting dalam mencegah kasus bunuh diri Jombang maupun di daerah lain.
“Anak muda seperti MA mungkin belum punya kemampuan coping yang matang. Kalau nggak ada teman curhat, depresi bisa datang tiba-tiba,” jelas Yesi.
Ia juga menyebut bahwa lansia seperti Giman lebih rentan merasa tak berguna atau menjadi beban, apalagi saat kondisi fisik terus menurun dan rasa sakit tak kunjung hilang. Beberapa tanda yang harus diwaspadai antaral lain:
- Sering menyendiri dan menghindari pergaulan
- Kehilangan minat terhadap aktivitas harian
- Terlihat murung atau putus asa dalam jangka panjang
“Coba mulai dari hal kecil kayak dengerin cerita mereka. Kadang itu aja udah bikin mereka merasa nggak sendiri,” kata Yesi.
Baca juga: Pegawai BI Diduga Bunuh Diri dari Helipad Gedung BI
Edukasi dan Akses Bantuan Bisa Tekan Angka Kasus Bunuh Diri Jombang
Agar angka kasus bunuh diri Jombang tidak terus bertambah, Yesi menyerukan pentingnya edukasi mental secara luas tidak cuma lewat rumah sakit, tapi juga sekolah, komunitas, hingga media sosial.
“Semakin dini kita ajak anak-anak kenal emosi dan cara ngadepin masalah, makin kecil kemungkinan mereka ambil jalan ekstrem,” tambahnya.
Ia juga menyoroti perlunya menghapus stigma terhadap layanan psikolog dan psikiater. Banyak orang masih takut atau malu minta bantuan karena khawatir dicap “gila.”
Baca juga: Pulau Indah di Jepang ini Jadi Langganan Orang Bunuh Diri
Menjaga Kesehatan Mental Sama Dengan Menjaga Nyawa
Kesehatan mental sama pentingnya dengan fisik. Sayangnya, banyak orang meremehkan gejala stres, cemas, atau depresi padahal bila dibiarkan, bisa mengarah pada percobaan bunuh diri. Masyarakat bisa ikut berperan dalam pencegahan:
- Dengarkan tanpa menghakimi
- Ajak ngobrol dengan empati
- Dukung mereka mencari bantuan profesional
Satu tindakan kecil bisa jadi penyelamat besar. Kasus bunuh diri ini adalah alarm agar kita semua lebih peduli dan lebih terbuka soal kesehatan mental. (rfr/dny)