Kemenkes Buka Suara soal Kasus Bocah Sukabumi Meninggal karena Cacing
Share

SUARAGONG.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara terkait kasus memilukan bocah berusia tiga tahun asal Sukabumi, Jawa Barat, bernama Raya, yang meninggal dunia akibat infeksi cacing gelang (ascaris) parah. Hingga menyebar ke paru-paru dan otaknya.
Kemenkes Buka Suara soal Raya Bocah Meninggal karena Cacing
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menegaskan bahwa pihaknya kini sedang menelusuri lebih jauh penyebab serta penanganan medis yang diterima korban selama perawatan di RSUD R Syamsudin SH (Bunut). Aji menekankan, rumah sakit seharusnya tidak boleh menunda pelayanan medis hanya karena persoalan administratif.
“Jika pasien dalam keadaan darurat, pertolongan harus segera diberikan. Pelayanan harus tetap berjalan sambil administrasi dilengkapi,” ujarnya.
Selain itu, Aji juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dan OPD terkait untuk memastikan akses layanan kesehatan berjalan optimal di setiap wilayah, sehingga kasus serupa tak terulang.
Baca Juga : Kemenkes Ungkap 5,1 Juta Anak Indonesia Sudah Jadi Perokok
Kronologi Penemuan Raya
Kisah menyedihkan ini pertama kali disampaikan oleh Iin Achsien, pendiri Rumah Teduh & Peaceful Land. Pada 13 Juli 2025, relawan menerima laporan dari kerabat Raya yang menyebutkan bahwa bocah tersebut mengalami sesak napas. Saat tim tiba, kondisi Raya sudah tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD R Syamsudin SH.
Ketua Tim Penanganan Keluhan RSUD, dr Irfanugraha Triputra, menyebut Raya tiba di IGD sekitar pukul 20.00 WIB dalam kondisi kritis. Awalnya, dokter menduga ketidaksadaran Raya disebabkan oleh meningitis TB, mengingat kedua orang tuanya sedang menjalani pengobatan TBC. Namun, dugaan itu berubah ketika cacing keluar dari hidung Raya selama observasi.
“Ini menandakan infeksi sudah sangat parah. Cacing telah menjalar hingga ke saluran pernapasan dan organ vital,” jelas dr Irfan.
Raya segera dipindahkan ke ruang PICU setelah kondisinya distabilkan. Namun, meski sudah mendapat perawatan intensif, keadaannya terus memburuk. Hingga akhirnya, pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB, Raya menghembuskan napas terakhirnya setelah dirawat sembilan hari.
Baca Juga : Tiba-Tiba Kemenkes Keluarkan Peringatan Waspada Covid-19, Ada Apa?
Kendala Administrasi dan Kondisi Orang Tua
Kasus ini kian memilukan karena Raya tidak memiliki identitas resmi. Rumah sakit memberi waktu 3×24 jam untuk mengurus BPJS PBI agar biaya ditanggung pemerintah. Namun, proses pengurusan dokumen terbentur masalah.
“Orang tua Raya adalah ODGJ, sehingga tak bisa membantu administrasi. Kami sudah bolak-balik ke Disdukcapil, Dinsos, hingga Dinas Kesehatan, tapi semuanya mentok. Akhirnya tenggat habis,” ungkap Iin Achsien.
Meski RSUD memberikan kelonggaran biaya selama tiga hari awal, aturan tetap berlaku. Status perawatan Raya kemudian dialihkan menjadi pasien umum dengan biaya ditanggung Rumah Teduh. Total tagihan mencapai Rp 23 juta, yang kemudian mendapat keringanan dan sebagian besar dibebaskan setelah pembayaran awal.
Evaluasi Sistem Kesehatan Daerah
Kasus Raya membuka kembali perbincangan soal akses kesehatan bagi masyarakat rentan, khususnya anak-anak dari keluarga miskin dan orang tua dengan keterbatasan mental. Kemenkes menilai, kolaborasi antarinstansi harus diperkuat agar masalah administratif tidak menjadi penghalang layanan darurat.
“Setiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan tanpa terkendala persoalan identitas atau administrasi. Itu yang harus kita perbaiki bersama,” tegas Aji.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya program kesehatan preventif, terutama pemberian obat cacing rutin bagi anak-anak serta pendampingan keluarga kurang mampu, agar tragedi serupa tidak lagi terjadi. (Aye/sg)