Kesenian Sandur Manduro Harta Karun Budaya Jombang yang Masih Bertahan
Share

SUARAGONG.COM – Di tengah gempuran budaya modern dan digitalisasi, Rifai (43), warga Dusun Gesing, Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, tetap setia menjaga warisan budaya leluhur. Ia adalah pembina Kesenian Sandur Manduro sekaligus pendiri Sanggar Tari Topeng Sandur Panji Arum, tempat bernaungnya para pelaku seni tradisi yang ingin melestarikan budaya Majapahit.
Sandur Manduro sendiri merupakan kesenian khas yang memadukan tari, topeng, musik bambu, dan narasi sejarah. Kesenian ini diyakini berasal dari era Kerajaan Majapahit dan memiliki akar budaya Madura, terutama dari daerah Sumenep dan Lumajang.
”Di Manduro, masyarakat pakai bahasa Madura sejak dulu. Ini satu-satunya desa di Jombang yang seperti itu. Jadi, besar kemungkinan Sandur Manduro berasal dari masa pelarian Kerajaan Majapahit, khususnya era Wiraraja,” terang Rifai, Jumat (26/7/2025).
Ciri Khas Topeng Panji dan Musik Bambu
Sandur Manduro berbeda dari pertunjukan sandur pada umumnya. Jika kebanyakan menggunakan gamelan, pertunjukan ini hanya diiringi lima alat musik berbahan bambu. Ciri khas lainnya adalah penggunaan topeng Panji, yang disebut-sebut berasal dari Doho, Kediri.
”Topeng dan musik bambu itu yang bikin Sandur Manduro beda dari yang lain. Kalau sudah pakai gamelan atau unsur wayang, itu bukan sandur lagi,” jelas Rifai.
Sayangnya, kesenian ini sempat meredup sejak awal 1990-an karena tergeser oleh hiburan seperti televisi dan video. Rifai mengaku masa keemasan sandur terjadi pada 1980-an ketika ia masih duduk di bangku SD. Namun kini, ia berusaha membangkitkan kembali kecintaan terhadap seni ini lewat sanggarnya yang beranggotakan 21 orang. Sanggar ini rutin melatih anak-anak mulai dari usia PAUD hingga SMP.
”Sekarang mulai hidup lagi. Anak-anak sudah mulai tertarik dan ikut belajar,” ungkapnya bangga.
Baca juga: Tari Bapang Jadi Tradisi Tari Topeng Malangan
Sudah Diakui Sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Kabar baik datang pada tahun 2017. Kesenian Sandur Manduro resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rifai sendiri yang datang ke Jakarta untuk menerima penghargaan tersebut. Meski begitu, ia berharap agar pemerintah daerah juga ikut aktif dalam menjaga dan mengembangkan kesenian ini.
”Jangan sampai warisan seperti ini dilupakan. Kami butuh dukungan nyata agar Sandur Manduro tetap hidup,” tegasnya.
Baca juga: Demi Lestarikan Seni Topeng Malangan Mahasiswa UMM Lakukan Campaign di Medsos
Sandur Manduro Warisan Majapahit yang Tetap Bertahan
Kesenian Sandur Manduro bukan sekadar hiburan rakyat, tapi juga simbol kejayaan budaya Majapahit yang masih bertahan di pelosok Jombang. Keunikan paduan tari, topeng, dan musik bambu menjadi bukti bahwa warisan budaya lokal punya daya tarik tersendiri. Pelestarian seperti yang dilakukan Rifai adalah wujud nyata bahwa budaya leluhur masih bisa hidup berdampingan dengan zaman modern. Menjaga seni tradisional berarti menjaga identitas bangsa agar tidak larut dalam arus globalisasi. (rfr)