Type to search

Malang Pemerintahan

Komisi II DPR Usul Pilkada Dipilih DPRD, Revisi UU Pemilu Dikaji 2026

Share
Fraksi PKB di DPR usulkan agar pemilihan gubernur, bupati, & wali kota tidak dilakukan lagi oleh masyarakat, melainkan dipilih DPRD 

SUARAGONG.COM – Isu soal pemilihan kepala daerah kembali mencuat ke permukaan. Kali ini datang dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR RI yang mengusulkan agar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota tidak lagi dilakukan secara langsung oleh masyarakat, melainkan dipilih oleh DPRD.

Komisi II DPR RI Usulkan Untuk Pilkada Dipilih DPRD

Gagasan tersebut disampaikan oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin. Menurutnya, wacana ini merupakan bagian dari evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada langsung yang sudah berlangsung sejak 2005 lalu.

“Kalau kami dari Fraksi PKB secara tegas menyampaikan, idealnya di tengah situasi seperti ini setelah dua kali pemilu 2019 dan 2024, PKB mengusulkan bupati, kepala daerah, dan gubernur dipilih oleh DPRD,” ungkap Khozin saat ditemui, Jumat (22/8).

Ia menegaskan, meskipun pembahasan resmi revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada baru akan digelar pada 2026 mendatang, DPR saat ini sudah mulai melakukan tahapan awal. Beberapa di antaranya lewat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Rapat Dengar Pendapat (RDP), hingga Forum Group Discussion (FGD) yang fokus membahas isu-isu kepemiluan.

Khozin beralasan, evaluasi pilkada langsung perlu dilakukan untuk perbaikan kualitas demokrasi di tingkat daerah. Baginya, yang terpenting adalah mekanisme pemilihan tetap berjalan secara demokratis, sesuai dengan amanat konstitusi.

“Jadi, apakah pilkada dilakukan secara langsung atau dipilih melalui DPRD, yang terpenting adalah dijalankan secara demokratis,” jelasnya.

Baca Juga : RUU Pemilu: Wacana Pemisahan Pileg dan Pilpres Mencuat

Konsep Otonomi Daerah

Politikus PKB ini juga menepis anggapan bahwa ide tersebut terkait dengan konsep otonomi daerah atau dekonsentrasi. Menurutnya, usulan ini murni sebagai bentuk ikhtiar untuk mencari formula yang lebih ideal dalam memilih kepala daerah.

“Kami di PKB ingin memastikan bahwa iklim demokrasi kita sehat, tidak hanya berpijak pada urusan isi tas. Tapi kapasitas, kualitas, dan kapabilitas itu juga harus dimiliki oleh para calon kepala daerah,” beber Khozin.

Lebih lanjut, Khozin menilai pilkada langsung selama ini kerap menyisakan polarisasi di tengah masyarakat. Ekses politik pascapemilu, menurutnya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk kembali mencair. Inilah salah satu alasan PKB menganggap penting adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pilkada langsung.

“Rasionalisasinya adalah polarisasi masyarakat. Ekses politik yang dihasilkan pascapemilu itu butuh rentang waktu lama untuk kembali berangkulan,” katanya menambahkan.

Usulan ini dipastikan akan memicu perdebatan panjang. Pasalnya, pilkada langsung selama ini dianggap sebagai salah satu bentuk nyata partisipasi rakyat dalam menentukan pemimpin daerah. Namun di sisi lain, tidak sedikit yang menilai praktik pilkada langsung rentan dengan politik uang, biaya tinggi, hingga konflik horizontal.

Apapun hasilnya, revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang akan dibahas pada 2026 nanti dipastikan bakal menjadi momentum penting dalam menentukan arah demokrasi Indonesia, khususnya di tingkat daerah. (fat/aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69