BATU, SUARAGONG.COM – Apel menjadi komoditas utama hasil pertanian Kota Batu pada masanya, kini produktivitasnya terus menurun tiap tahunnya dan banyak petani yang beralih tanam ke komoditas jeruk yang lebih menjanjikan. Meski begitu, bukan berarti tak ada lagi petani di kota tersebut yang terus bertahan meski harus tertatih.Seperti dilakukan Utomo, warga Dusun Gerdu Desa Tulungrejo yang mengatakan bahwa tekad menjaga warisan citra Batu sebagai kota apel akan terus diperjuangkan.
”Kalau kebanyakan orang sudah beralih menamam jeruk. Saya masih punya semangat untuk mempertahankan ikon kota batu sebagai kota apel,” katanya Minggu kemarin (12/3/2023).
Meskipun ia mengaku semangat itu tentu saja tak sebanding dengan apa yang dia peroleh mengingat dalam setiap masa panen, petani apel tergolong merugi karena kualitas kondisi tanah yang menurun akibat penggunaan pupuk kimia berlebih. Menurutnya, petani apel juga dihadapkan dengan biaya obat tanaman apel yang menembus angka Rp 30 juta per musim atau selama 6 bulan.
Sementara, hasil panen hanya berkisar di angka Rp 24 juta dan tidak termasuk ketika harga di pasaran ketika turun.Berkali-kali dia berbagi keluh kesah dengan pejabat dinas maupun legislatif, namun hingga saat ini dianggap tidak pernah menemukan solusi jitu bahkan sebenarnya pertanian apel disini masih lebih baik daripada produksi apel di Polandia, New Zealand hingga Vietnam. ”Setahun kita masih bisa panen dua kali, mereka hanya bisa satu kali.
Bedanya, kalau disana hasil panen langsung disetor ke pemerintah. Petani hanya fokus menjaga kualitas buah, gak perlu bingung jualan,” ujarnya.Ia menilai, sebagai solusi pihaknya menyarankan agar Pemda bisa menyediakan cold storage khusus untuk petani apel krena fasilitas ini merupakan solusi untuk menjaga buah agar tidak cepat busuk.
Baca juga : Pembatasan Pupuk Bersubsidi Rugikan Petani Jeruk
Meskipun sebenarnya Pemkot Batu telah berencana untuk menghadirkannya dengan kapasitas 3 ton, namun menurutnya angka tersebut kurang representatif karena apabila dihitung secara global untuk Desa Tulungrejo setidaknya membutuhkan 50 ton.
“Begitu juga dari sisi penjualan juga harus ditangani pemerintah karena dengan begitu, petani apel bisa lebih fokus untuk menjaga kualitas produknya. Baik menjaga kualitas sampai mengembalikan kondisi tanah. Kami berharap usulan ini bisa didengar serius oleh pemerintah. Ini juga demi mempertahankan ikon kota batu sebagai ikon wisata dengan buah apelnya,” harapnya. (rul/man)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news