Sebagai seseorang yang pernah terjebak dalam siklus ini, saya bisa menceritakan pengalaman pribadi yang mungkin bisa kamu hubungkan. Dulu, ketika saya mendapat pekerjaan pertama dengan gaji yang lumayan, saya langsung merasa bebas. Saya membeli banyak hal—mulai dari gadget terbaru, pakaian desainer, hingga makan di restoran mahal setiap akhir pekan. Awalnya, itu semua terasa menyenangkan dan membuat saya merasa lebih “hidup”. Namun, lambat laun, saya mulai menyadari bahwa meskipun pendapatan saya meningkat, saldo tabungan di rekening saya justru semakin menipis.
Lifestyle inflation, atau inflasi gaya hidup, adalah ketika seseorang meningkatkan pengeluaran mereka seiring dengan meningkatnya pendapatan. Alih-alih menabung atau menginvestasikan uang lebih banyak, banyak dari kita cenderung menghabiskan lebih banyak untuk menjaga gaya hidup yang lebih tinggi. Ini bisa jadi terlihat seperti hal yang normal—setiap orang ingin menikmati hasil kerja keras mereka, bukan? Namun, jika tidak hati-hati, bisa jadi ini menjadi jebakan yang menguras keuangan kita.
Baca juga : Mental Antifragile, Ini Kuncinya
Salah satu kesalahan yang saya lakukan adalah tidak menetapkan anggaran yang jelas. Ketika gaji saya meningkat, saya berpikir, “Oke, saya bisa menghabiskan sedikit lebih banyak sekarang.” Masalahnya, tanpa rencana anggaran, saya hanya menghabiskan uang tanpa memikirkan konsekuensinya. Akhirnya, saya terjebak dalam rutinitas yang tidak sehat, di mana saya harus terus bekerja keras hanya untuk menutupi pengeluaran yang tidak perlu.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari lifestyle inflation? Pertama, penting untuk menetapkan tujuan keuangan yang jelas. Misalnya, jika kamu mendapatkan bonus, alih-alih menghabiskannya untuk barang-barang baru, coba alokasikan sebagian untuk tabungan atau investasi. Ini bisa membantu kamu untuk tetap fokus pada apa yang benar-benar penting. Saya belajar bahwa memiliki dana darurat sangat penting. Setidaknya, menyisihkan 20% dari setiap gaji ke rekening tabungan bisa membuat perbedaan besar dalam waktu jangka panjang.
Kedua, cobalah untuk tetap hidup dengan cara yang sama meskipun pendapatanmu meningkat. Ini mungkin terdengar aneh, tapi menjaga gaya hidup yang sama bisa sangat membantu. Banyak orang sukses yang menerapkan prinsip ini dan berhasil menumpuk kekayaan mereka. Sederhananya, jika kamu biasa menghabiskan X untuk kebutuhan sehari-hari, cobalah untuk tidak mengubah angka itu meskipun kamu mendapatkan lebih banyak.
Ketiga, belajarlah untuk menghargai pengalaman dibandingkan dengan barang-barang fisik. Dalam pengalaman saya, menghabiskan uang untuk perjalanan atau kegiatan sosial sering kali lebih memuaskan daripada sekadar membeli barang. Pengalaman itu bertahan lebih lama dalam ingatan kita daripada barang-barang yang cepat usang.
Baca juga : Six Degrees of Separation Theory, Ketika Kita Terkoneksi dengan Siapa Saja
Terakhir, jangan ragu untuk berbagi dengan orang lain. Melakukan hal baik untuk orang lain tidak hanya membuat mereka merasa senang, tetapi juga bisa memberikan kepuasan tersendiri. Dengan cara ini, kita tidak hanya membangun gaya hidup yang lebih baik, tetapi juga komunitas yang lebih solid.
Jadi, untuk merangkum, lifestyle inflation bisa menjadi musuh terbesar bagi keuangan kita jika kita tidak berhati-hati. Mengelola pengeluaran, menetapkan tujuan keuangan, dan mengutamakan pengalaman bisa membantu kita menjaga kestabilan finansial meskipun pendapatan kita meningkat. Jangan sampai kita terjebak dalam siklus yang sulit dihentikan! Yuk, kita belajar untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan dan menjaga gaya hidup kita tetap seimbang! (acs)