Type to search

Peristiwa

Bullying di Kampus Cerita Tragis dari Unud

Share
mahasiswa Unud korban bullying

SUARAGONG.COM – Gaes, hari ini aku pengen cerita sebuah kejadian yang bikin hati kita miris dan sekaligus penting buat jadi bahan renungan bareng. Ada seorang mahasiswa Unud korban bullying yang akhirnya tewas setelah insiden tragis di kampusnya sendiri. Peristiwa ini bukan cuma soal bully di kampus aja, tapi juga soal bagaimana sistem kampus merespon, bagaimana kesehatan mental diperhatikan, dan gimana kita sebagai generasi muda bisa lebih peduli sama sesama.

Siapa Dia Sosok Mahasiswa Unud Korban Bullying

Namanya Timothy Anugerah Saputra. Dia adalah mahasiswa jurusan sosiologi di Universitas Udayana (Unud), Bali. Awalnya dikenal sebagai pribadi yang lembut, santun, dan punya prestasi. Dia berasal dari Bandung, lahir 25 Agustus 2003.

Tapi di balik citra itu, Timothy rupanya menyimpan beban yang cukup berat. Menurut pengakuan pihak kampus, sejak SMP dia sudah mengalami masalah kesehatan mental dan sempat menjalani terapi. Saat SMA berlanjut, dia sempat menolak terapi lanjutan ketika kuliah di Unud. Meskipun begitu, teman-teman kelasnya bilang dia mendapat dukungan sosial di lingkungan sekitar.

Baca juga: Kak Seto Tekankan Edukasi dan Pencegahan Kekerasan Anak dalam Kelas Edukasi Khusus “Edukasi Anak dari Bahaya Bullying”

Kronologi Kejadian Dari Perubahan hingga Akhir Tragis

Perubahan Perilaku yang Dicurigai

Sebelum kejadian, ibu Timothy sempat merasakan firasat buruk karena ada perubahan perilaku anaknya. Terkadang Timothy jalan kaki ke kampus sendiri dan kelihatan panik melihat suasana sekitar kampus.

Ada saksi yang melihat dia datang dari lift menuju lantai 4 kampus FISIP Unud dengan ransel, memakai baju putih pada pukul ~08:30 WITA. Dia duduk di kursi panjang dulu, tapi belum ada aksi mencurigakan saat itu.

Tapi kemudian sekitar pukul 09:00 WITA, saksi mendengar suara benda jatuh, mengecek sumber suara, dan menemukan Timothy sudah tergeletak di halaman depan lobby gedung. Dia kemudian dibawa ke rumah sakit, tapi sayangnya tidak tertolong.

Bullying di Media Sosial Setelah Kejadian

Mirisnya, setelah kejadian, bukannya berempati, malah muncul screenshot grup chat WhatsApp yang mengejek fisik Timothy dan menertawakan peristiwa kematiannya. Pelaku ejekan itu ternyata mahasiswa aktif organisasi kampus.

Pihak kampus membantah bahwa kematian Timothy diakibatkan bullying Menurut Wakil Dekan III FISIP Unud, tidak pernah bullying menjadi penyebab utama. Dia menyatakan perundungan terjadi setelah kematian. Unud pun menyatakan akan memproses segala bentuk ucapan atau tindakan perundungan, baik offline maupun online.

Baca juga: Bullying Berdampak Pada Mental Health

Tanggapan Kampus & Sanksi terhadap Pelaku

Masih menurut berita tambahan, pihak kampus Unud sudah memberikan sanksi terhadap beberapa mahasiswa yang terlibat. Dalam sidang ormawa DPM FISIP Unud, sanksi berupa pengurangan nilai softskill, membuat surat pernyataan, dan bisa jadi pembuatan video klarifikasi.

Wakil Dekan menyatakan bahwa sanksi tersebut bukan bentuk pembalasan, melainkan pembinaan agar mahasiswa sadar dan berubah. Juga, ada laporan bahwa enam mahasiswa Unud yang terlibat pelaku perundungan dipecat dari organisasi kampus sebagai langkah tegas.

Baca juga: Kapolres Jombang Ajak Siswa Cegah Bullying di Sekolah

Pelajaran Penting Apa yang Harus Kita Mau dari Kasus Ini

1. Kesehatan Mental Itu Serius

Kita sering menganggap stres, sedih, tertekan sebagai hal biasa dan bisa ditahan sendiri. Tapi Timothy sejak SMP sudah punya riwayat masalah kesehatan mental. Ketika beban itu nggak tertangani dengan baik, apalagi ditambah tekanan sosial, hasilnya bisa fatal. Mahasiswa, kampus, teman dekat: semua punya peran untuk saling alert sama tanda-tanda tekanan mental orang lain.

2. Bullying gak cuma soal fisik

Dalam kasus ini, ejekan terjadi di media sosial dan chat komentar sarkastik, sindiran fisik, mempermainkan peristiwa duka. Itu juga bentuk bullying yang bisa melukai sangat dalam. Waspadai kita bisa tanpa sadar jadi pelaku bullying verbal/online jika nggak hati-hati di komentar, grup chat, posting.

3. Respon kampus harus tegas dan pencegahan aktif

Kampus harus punya sistem jelas untuk mendeteksi bullying, memberikan support mental, dan memberikan sanksi tegas. Hanya melarang aja nggak cukup.

Unud sudah berani menyatakan akan memperkuat sosialisasi etika komunikasi publik dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.

Dalam kasus pelaku yang dipecat dari organisasi kampus, itu jadi sinyal bahwa meskipun mereka mahasiswa aktif, status itu nggak bikin mereka kebal dari konsekuensi.

4. Peran teman dekat & keluarga

Ibu Timothy merasakan firasat buruk dan merespon perubahan anaknya. Teman dekat juga bisa jadi saksi kalau ada perubahan drastis. Jangan dianggap remeh “ah dia cuma murung aja” bisa jadi itu tanda bahaya.

Baca juga: Kemenaker Korea Tutup Kasus Bullying Hanni NewJeans Idol Tidak Termasuk Karyawan

Bukan Hanya Isu Kampus tapi Isu Manusia

Kasus mahasiswa Unud korban bullying ini bukan cuma cerita kampus di Bali. Ini refleksi kita semua, generasi muda yang hidup dalam dunia digital. Bagaimana cara kita memperlakukan orang lain di chat grup, postingan, komentar semuanya punya efek nyata.

Mari kita jadikan kejadian ini sebagai panggilan untuk lebih peduli, lebih tanggap, dan lebih bertanggung jawab. Kampus harus jadi ruang aman, bukan arena tekanan sosial. Teman harus jadi orang yang bisa dipercaya untuk bicara ketika beban terasa terlalu berat.

Semoga kisah ini nggak sia-sia: demi perubahan positif, demi pencegahan tragedi selanjutnya. (dny)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69