Manuver Politik Cederai Ultah ke-52 HNSI: Nelayan Terdampak Dualisme Kepengurusan
Share

SUARAGONG.COM – Alih-alih menjadi perayaan, ulang tahun ke-52 Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang jatuh pada 21 Mei 2025 justru dibayangi konflik internal yang pelik. Dualisme kepengurusan yang terjadi sejak akhir 2023 kian mempersulit perjuangan nelayan yang selama ini sudah tersisih dari perhatian kebijakan publik.
HUT HNSI Ke-52 Tahun : Dualisme Kepengurusan
Akar persoalan bermula dari keputusan kontroversial Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) periode sebelumnya, Yasonna H. Laoly. Pada 10 November 2023, ia menerbitkan SK AHU-0001561.AH.01.08 yang mengesahkan Munas HNSI Bali dengan Herman Herry Adranacus sebagai ketua umum.
Padahal, hanya enam hari sebelumnya, SK AHU-0001530.AH.01.08 telah lebih dahulu dikeluarkan untuk Munas HNSI Bogor yang memilih Laksamana TNI (Purn) Sumardjono secara demokratis berdasarkan AD/ART dan dukungan mayoritas DPD serta DPC.
“Ini jelas menciptakan kebingungan di daerah dan penderitaan bagi nelayan. Mereka butuh kerja nyata, bukan konflik elite,” ujar Dr. Anton Leonard, Sekjen HNSI hasil Munas Bogor, saat ditemui di Jakarta (20/5/2025).
Baca Juga : Peringati HUT Ke-23 Gabungan Organisasi I Wanita (GOW) Kota Batu
Stagnasi Organisasi 15 Tahun
Anton menjelaskan bahwa Munas Bogor digagas sebagai respons atas stagnasi organisasi selama hampir 15 tahun di bawah kepemimpinan Mayjen (Purn) Yussuf Solichein. Menurutnya, tak ada program, regenerasi, ataupun perlindungan konkret terhadap nelayan. Bahkan, dalam proses Munas itu, semua tahapan dilakukan sesuai aturan, termasuk pemilihan ketua yang dihadiri perwakilan TNI AL.
Munas Bogor menghasilkan berbagai catatan penting soal nasib nelayan: dari subsidi BBM yang tak tepat sasaran, absennya database nelayan nasional, hingga aturan zonasi tangkap ikan yang tumpang tindih. Selain itu, mayoritas nelayan belum terlindungi jaminan sosial, dan praktik illegal fishing oleh kapal asing masih marak, menyebabkan eksploitasi berlebihan atas 75% sumber daya ikan Indonesia.
“Pak Sumardjono dan Dewan Pembina tengah berjuang membangun kepercayaan publik nelayan. Kami sudah siapkan peta jalan program prioritas. Tapi semua itu bisa kandas hanya karena persoalan legalitas ganda,” kata Anton.
Baca Juga : Wali Kota Batu Serahkan 110 Terpal ke Pedagang Sayur di Momen HUT Tagana
Tak Akan “cawe-cawe”
Menanggapi situasi ini, Menkumham saat ini, Supratman Andi Agtas, menyatakan tak akan “cawe-cawe” dalam konflik tersebut. Anton mengapresiasi sikap netral, namun mendesak peninjauan ulang terhadap SK bermasalah yang menimbulkan dualisme.
Kritik juga diarahkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinilai terlalu pasif. “KKP harus turun tangan memfasilitasi rekonsiliasi. HNSI butuh satu kepemimpinan sah dan profesional, bukan dipolitisasi,” tegas Anton.
Di tengah manuver politik dan perebutan kursi, para nelayan kembali menjadi korban. “Cukup sudah. Biarkan HNSI kembali ke rel perjuangan nelayan, bukan kepentingan partai,” pungkasnya. (Aye/sg)