Mengenal Wayang Wahyu, Wayang Kulit Bernafaskan Katolik
Share

SUARAGONG.COM – Mengenal Wayang Wahyu, perpaduan budaya Jawa dengan ajaran Katolik. Pernahkah kalian melihat wayang kulit? Warisan budaya bangsa yang mendunia ini dikenal karena coraknya yang merupakan campuran pengaruh Hindu dan Islam dengan budaya Jawa.
Baca Juga: Biografi Paus Leo XIV: Dari Misionaris di Peru Menjadi Uskup Roma
Namun tahukah kamu ada wayang kulit yang merupakan hasil perpaduan budaya Jawa dengan pengaruh ajaran Gereja Katolik? Wayang tersebut disebut Wayang Wahyu.
Kenapa Disebut Wayang Wahyu
Asal namanya berasal dari salah satu cerita yang dibawa oleh pagelaran wayang ini. Dimana jika wayang kulit pada umumnya mengangkat kisah-kisah dari Alkitab.
Kata wahyu pada wayang ini berasal dari kisah yang menceritakan Raja Daud yang mendapat wahyu dari Tuhan atau sering disebut dalam ajaran Agama Kristen sebagai Mazmur atau Kidung Suci.
Sejarah Wayang Wahyu, Didesain Untuk Mengangkat Derajat Rakyat Biasa
Sejarah wayang wahyu tidak lepas dari datangnya Gereja Katolik Roma di Jawa pada abad ke 18. Dimana banyak tokoh Katolik yang menggunakan pendekatan budaya jawa.
Pendekatan ini tidak hanya untuk menyebarkan ajaran Kristen, tetapi mereka utamakan untuk mengangkat derajat sosial dan pendidikan masyarakat Jawa yang saat itu menderita akibat tekanan dari penjajah Belanda karena sistem politik etis.
Baca Juga: Mengenal Kalender Weton Jawa
Meskipun begitu kemunculan wayang ini secara publik baru berlangsung saat tahun 1957 usai Indonesia merdeka. M.M Atmowiyono, salah satu pengajar seni di sekolah di Surakarta mementaskan wayang yang menceritakan kisah dari Kitab Perjanjian Lama, yaitu kisah Daud yang menjadi raja.
Hal ini menginspirasi banyak pemuka agama Kristen, terutama Katolik pada waktu itu. Sehingga M.M Atmowiyono bekerjasama dengan Bruder Timotheus Wignjosubroto dan seniman seperti A.Suradi untuk merumuskan wayang yang bercorak Katolik. Dan perumusan ini diotorisasi oleh Romo Soetopratino, SJ.
Perkembangan Wayang Wahyu Serta Respon Publik dan Gereja di Indonesia
Setelah itu wayang ini banyak dipentaskan secara pedagogi atau dengan tujuan keilmuan seni di sekolah-sekolah katolik di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Wayang ini awalnya terbuat dari kardus saja. Karena kepraktisan dan sulitnya mencari orang yang bersedia memberikan bahan kulit untuk wayang ini.
Baca Juga: 4 Fakta Menarik Tentang Katedral Cologne di Jerman
Wayang ini dipentaskan secara publik di Sekolah Kejuruan Kepandaian Puteri Purbayan di Solo. Dengan membawa kisah berjudul “Malaikat Mbalela” atau “Malaikat Memberontak” yang menceritakan kisah Lucifer yang memberontak kepada Tuhan dan dikalahkan oleh Malaikat Mikael atau Mikail.
Pagelaran wayang tersebut mendapat respon yang baik dari masyarakat umum maupun Umat Katolik. Uskup Semarang saat itu, Albertus Soegijapranata SJ juga mengapresiasi wayang tersebut yang sarat akan nilai-nilai moral yang tidak hanya bisa diterima Umat Katolik, tetapi juga masyarakat umum.
Warisan Budaya Indonesia dan Wajah Seni Umat Kristiani di Indonesia
Wayang wahyu menjadi warisan budaya benda yang sarat akan pesan-pesan moral dari Alkitab. Namun bisa diterima dan dinikmati semua orang, baik Umat Katolik, Umat Kristiani pada umumnya, maupun masyarakat pada umumnya.
Selain itu, wayang ini juga menjadi wajah seni tidak hanya bagi Umat Katolik di Indonesia saja, tetapi bagi semua Umat Kristiani di Indonesia. (PGN)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News