SUARAGONG.COM – Jika kamu seperti saya, hiking selalu berkaitan dengan tujuan akhir. Kamu memulai perjalanan dengan target untuk mencapai puncak atau spot indah secepat mungkin. Tapi, suatu hari saya menyadari bahwa hiking bukan hanya soal mencapai puncak—melainkan tentang menikmati perjalanan itu sendiri. Di sinilah saya mulai mengenal konsep slow hiking.
Saya pertama kali mendengar tentang gerakan ini ketika membaca tentang kesadaran diri (mindfulness) dan keterhubungan dengan alam. Awalnya, konsep ini terasa bertentangan dengan naluri saya. Lagipula, kenapa harus melambat ketika ada puncak yang menanti untuk dijelajahi? Namun, suatu saat di sebuah perjalanan di perbukitan dekat rumah, saya memutuskan untuk mencoba. Tanpa terburu-buru. Tanpa tenggat waktu. Hanya saya, sepatu hiking saya, dan jalur di depan.
Apa yang terjadi selanjutnya sungguh mengejutkan. Dunia sekitar saya menjadi hidup dengan cara yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Suara dedaunan yang berdesir, suara burung yang jauh, aroma tanah setelah hujan—semua itu selalu ada, tetapi saya tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Dengan melambatkan langkah, saya bisa merasakan setiap pijakan lebih dalam, setiap tarikan napas lebih dalam. Rasanya hampir seperti meditasi.
Apa yang Saya Pelajari dari Slow Hiking
Pelajaran pertama yang saya dapatkan? Kamu akan melihat lebih banyak ketika melambat. Terdengar sederhana, tapi kenyataannya memang begitu. Saya mulai memperhatikan hal-hal yang sebelumnya saya lewatkan. Misalnya, segerombolan jamur di sisi jalur yang sudah berkali-kali saya lewati, atau air terjun kecil yang tersembunyi di balik semak. Banyak keindahan alam yang mudah terlewatkan ketika kita terburu-buru dari titik A ke titik B.
Pelajaran lainnya adalah pentingnya mendengarkan tubuhmu. Slow hiking bukan hanya soal melambatkan langkah, tetapi juga tentang menyesuaikan diri dengan apa yang tubuh butuhkan. Saya menyadari bahwa saya bisa memaksakan diri, tetapi saya juga perlu beristirahat ketika merasa lelah, meski hanya sebentar untuk menikmati pemandangan atau menarik napas dalam-dalam. Ini mengingatkan saya bahwa hiking bukan hanya soal fisik; melainkan juga tentang ketenangan mental.
Jika kamu tertarik untuk mencoba slow hiking, berikut beberapa tips praktis yang saya pelajari sepanjang perjalanan:
- Pilih Jalur yang Sudah Kamu Kenal – Jika kamu baru mencoba slow hiking, pilihlah jalur yang sudah pernah kamu jelajahi. Dengan begitu, kamu tidak akan merasa terburu-buru untuk menyelesaikannya karena kamu sudah tahu jalur tersebut.
- Mulailah dengan Pendakian yang Lebih Pendek – Jika kamu terbiasa dengan pendakian panjang, mulai dengan jalur yang lebih pendek. Tujuannya bukan untuk berlatih ketahanan, tetapi untuk berlatih kesadaran.
- Tinggalkan Jam atau Ponsel – Salah satu hal terbaik dari slow hiking adalah tidak melihat jam. Cobalah tinggalkan jam atau ponselmu, jadi kamu tidak tergoda untuk mengecek waktu.
- Libatkan Semua Indramu – Perhatikan suara, bau, dan pemandangan sekitar. Semakin kamu terlibat dengan lingkunganmu, semakin kaya pengalaman yang kamu dapatkan.
- Ambil Istirahat Secara Berkala – Dan saya benar-benar bermaksud ini. Jangan hanya terus melangkah tanpa berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan, mendengarkan angin, atau mengamati detail kecil yang sering terlewat.
Baca juga : Kenapa Orang Memilih Slow Living?
Terakhir, jika kamu masih ragu, ingatlah: slow hiking bukan berarti malas atau menghindari olahraga yang menyenangkan. Bahkan, kamu akan terkejut melihat betapa nikmatnya aktivitas fisik ini ketika bukan lagi tentang kompetisi. Slow hiking memiliki cara untuk menyegarkan tubuh dan pikiran.
Jadi, lain kali ketika kamu berada di jalur, cobalah untuk melambat. Nikmati prosesnya, dan lihatlah wawasan baru apa yang alam tawarkan. Tujuan akhir tetap akan ada di sana saat kamu sampai—tetapi perjalanan, ah, itulah tempat keajaiban sebenarnya. (acs)