Menteri HAM Dukung Penulisan Ulang Sejarah Dengan Nada Positif
Share

SUARAGONG.COM – Terkait polemik penulisan ulang sejarah di untuk pelajaran sekolah, Menteri HAM, Natalius Pigai ikut bersuara. Ia mengatakan bahwa penulisan tersebut terkait dengan nada positif dan juga harus menunjukkaan sisi keadilan pada setiap tokoh dan waktu.
Baca Juga: Menbud Pertimbangkan Stairlift Permanen di Candi Borobudur
Ia menjelaskan bahwa apa yang ia utarakan juga sejalan dengan pernyataan Menteri Kebudayaan saat ini, Fadli Zon. Yang mengatakan bahwa setiap peristiwa tidak akan diperlihatkan baiknya saja, namun juga buruknya dengan tujuan keadilan dan menyamaratakan porsi pengetahuan.
Menteri HAM Tegaskan Penulisan Ulang Sejarah Tidak Akan Menonjolkan Satu Pihak Saja
Natalius Pigai di Kantor Kementrian HAM berkata bahwa penulisan ulang di buku pelajaran sekolah tidak akan menonjolkan kebaikan satu pihak saja. Melainkan semua peristiwa yang tergolong kelam dan gelap.
Termasuk beberapa peristiwa masa lalu yang memperlihatkan ketidakadilan atau injustice. Hal tersebut disampaikan sebagaimana pernyataan Fadli Zon, yang sebelumnya menyatakan penulisan ulang sejarah diperuntukkan untuk mengetahui bagaimana ketidakadilan di Indonesia terjadi.
Menteri HAM Juga Tegaskan Komitmen Penyampaian
Natalius Pigai juga menegaskan komitmen pemerintah melalui Kementerian Budaya dan juga Kementerian HAM untuk menyampaikan penulisan ulang sejarah dengan nada yang positif.
Hal tersebut berkitan dengan kurikulum dan juga moto pendidikan yang inklusif dan terbuka, serta mengutamakan moral. Sehingga tidak semerta-merta menunjukkan adanya realita yang gelap dan mengajak para murid untuk lebih berpikir kritis dalam penalaran ilmu historiografi.
Polemik Penulisan Ulang Sejarah
Isu penulisan ulang pada ilmu sejarah Indonesia menuai kontroversi. Pasalnya penulisan ulang ini dikhawatirkan akan menghapus beberapa bagian sejarah penting dalam bangsa, khususnya demokrasi, oleh pemerintah.
Banyak yang menduga bahwa wacana ini merupakan agenda politik pemerintahan saat ini untuk menghapus “dosa-dosa” Soeharto dan Prabowo, yang dulunya merupakan menantunya dalam masa Orde Baru.
Ada juga yang mengapresiasi langkah ini karena menunjukkan sisi kelam para pahlawan seperti Soekarno dan pemerintahannya dalam masa Orde Lama. Dan beberapa sejarawan mengatakan bahwa hal tersebut dapat merusak keutuhan historiografi peristiwa masa lalu Bangsa Indonesia. Bagaimana menurutmu? (PGN)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News