Type to search

Pendidikan Peristiwa

Meutya Hafid Sebut Esport Bukan Olahraga: Bukan Aktivitas Fisik

Share
Meutya Hafid Sebut Esports game online bukan olahraga

SUARAGONG.COM –  Di tengah Kebijakan kontroversial Pembinaan Pelajar Bermasalah Ke barak Militer, menimbulkan banyak pro dan kontra. Mulai dari kalangan masyarakat, akademisi dan juga pemerintah sendiri. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Perilaku pelajar bermasalah yang kecanduan game online, memberikan kesan bahwa game itu adalah sebagaimana pula nama Esport. Mengenai Esport sendiri, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa game online—termasuk esports—tidak bisa dikategorikan sebagai olahraga dalam arti konvensional.

Meutya Hafid Sebuah Esport Game Online Tak Layak Disebut Olahraga

“Game online tidak melibatkan aktivitas fisik secara langsung dan tidak menyebabkan pelakunya berkeringat seperti olahraga pada umumnya,” ujarnya.

Pernyataan ini sontak memicu perdebatan, mengingat esports sudah diakui sebagai cabang olahraga resmi oleh banyak negara dan organisasi internasional, bahkan dipertandingkan dalam ajang sekelas Asian Games.

Antara Prestasi dan Potensi Adiksi

Tidak bisa dipungkiri, esports telah menjadi ruang prestasi bagi generasi muda. Atlet-atlet Indonesia telah banyak mengharumkan nama bangsa di kancah internasional melalui turnamen game kompetitif. Namun, Meutya Hafid menilai bahwa aspek adiksi dari game online tidak boleh diabaikan.

Untuk itu, pemerintah tengah menyusun kebijakan pembatasan usia bagi pengguna maupun atlet esports guna mengurangi risiko kecanduan digital, khususnya pada anak-anak dan remaja.

Baca Juga : Tuai Pro Kontra, Dedi Mulyadi Tetap Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

Dukungan dari Dedi Mulyadi: PP Tumbuh Kembang Anak

Senada dengan Meutya, tokoh politik Dedi Mulyadi mendukung rencana pengaturan lebih ketat terhadap akses game online bagi anak melalui Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tumbuh Kembang Anak. Menurutnya, regulasi tersebut penting untuk membangun ekosistem digital yang sehat bagi tumbuh kembang generasi muda.

“Langkah ini penting demi menciptakan lingkungan digital yang sehat dan mendukung pertumbuhan mental serta emosional anak,” jelas Dedi.

Baca Juga : Gubernur Jabar Sebut Pemain Mobile Legends Termasuk Siswa Nakal,

Pendekatan Holistik Dibutuhkan

Polemik ini menunjukkan bahwa game online merupakan fenomena kompleks yang tak bisa dinilai dari satu sisi saja. Di satu pihak, game online menjadi lahan baru bagi prestasi dan karier profesional. Namun pada sisi lainnya juga menyimpan risiko adiksi dan disfungsi sosial jika tidak dikendalikan.

Karena itu, solusi yang dibutuhkan tidak bisa hanya bersifat represif, melainkan harus menggabungkan pendekatan edukatif, regulatif, dan kolaboratif. Pemerintah, orang tua, pendidik. Serta pelaku industri perlu duduk bersama untuk membentuk ekosistem digital yang sehat dan produktif bagi generasi muda Indonesia. (Aye/sg)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *