PBH PERADI Malang Jamin Masyarakat Tak Mampu Dapat Bantuan Hukum Gratis
Share

SUARAGONG.COM – Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Malang menggelar Rapat Kerja Cabang (Raker) untuk memperkuat sinergi internal dan menyusun strategi pelayanan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu, agar lebih profesional, kolektif, dan terstruktur.
PBH PERADI Malang Pastikan Masyarakat Tak Mampu Dapat Bantuan Hukum Gratis
DPC PERADI Malang memperluas akses bantuan hukum secara gratis bagi masyarakat tak mampu terus digencarkan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Malang Raya. Bertempat di Hotel Kusuma Agrowisata, Kota Batu, Sabtu (5/7/2025).
Hal ini disampaikan, Ketua PBH Peradi Malang, Djoko Tri Tjahjana, SE, SH, MH, mengatakan bahwa forum raker ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman (MoU) PBH Peradi dengan Pemerintah Kota Batu, 19 desa anggota APEL (Asosiasi Pemerintah Desa dan Lurah), serta Pemkot Malang.
“Kami ingin memastikan bahwa meskipun layanan bantuan hukum ini bersifat cuma-cuma, kualitas dan profesionalitas tetap jadi prioritas. Karena itulah, raker ini menyatukan visi seluruh divisi—baik organisasi, hukum, hingga pengawasan,” ucapnya.
Baca Juga : Dekan Fakultas Hukum Unisma Soroti Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter
Komitmen Nyata Para Advokat
Raker ini dihadiri oleh sekitar 80 dari total 100 anggota PBH Peradi. Menurut Djoko, hal ini menunjukkan komitmen nyata para advokat dalam mengemban tanggung ( jawab sosial kepada masyarakat.
Lebih lanjut Djoko menjelaskan, bahwa PBH berbeda dari LBH hanya dalam nomenklatur, namun fungsi dan tujuan utamanya sama: memberikan pendampingan hukum secara gratis kepada masyarakat miskin.
“Banyak orang menganggap layanan gratis itu seadanya. Kami justru ingin tunjukkan bahwa gratis bukan berarti murahan. Pelayanan tetap mengacu pada kode etik profesi,” tegasnya.
Untuk menjangkau masyarakat secara langsung, PBH Peradi kini aktif bekerja sama dengan desa-desa. Warga cukup mendatangi kantor desa untuk menyampaikan pengaduan, yang kemudian diteruskan ke PBH.
“Kami sudah siapkan formulir dan prosedurnya di setiap desa mitra. Syarat utama adalah warga tersebut benar-benar tidak mampu. Bisa dibuktikan dengan KIS atau surat keterangan tidak mampu dari desa,” tambahnya.
Jika pun warga tak memiliki dokumen itu namun secara faktual tidak mampu, mereka tetap bisa mendatangi kantor PBH Peradi untuk diverifikasi langsung.
Raker ini tidak hanya membahas program kerja teknis, tapi juga mendorong perubahan paradigma pelayanan hukum.
Baca Juga : Gaes!!! Langkah Kemenlu dan MA, Digitalisasikan Layanan Bantuan Hukum dalam Perkara Lintas Negara
Kewajiban Moral dan Profesionalitas
PBH Peradi menegaskan bahwa seluruh advokat punya kewajiban moral dan profesional untuk ambil bagian dalam pemberdayaan hukum masyarakat, khususnya kelompok marginal.
“Selama ini masih banyak advokat enggan terlibat dalam bantuan hukum cuma-cuma. Padahal ini adalah bagian dari pengabdian dan kehormatan profesi,” kata Djoko Tri.
Selain itu, PBH memastikan bahwa kualitas advokat tetap diawasi secara internal oleh Komisi Pengawas dan Dewan Kehormatan.
Jika ada pelanggaran kode etik, baik dalam layanan berbayar maupun gratis, masyarakat bisa mengadukan langsung ke DPC Peradi Malang.
Dengan Raker ini, PBH Peradi Malang tidak hanya memperkuat struktur organisasi internal, tapi juga menegaskan misi sosialnya, membawa keadilan ke pintu masyarakat. Di tengah berbagai tantangan sosial dan ekonomi, pendekatan jemput bola dan kolaborasi lintas pemerintah desa menjadi jembatan penting antara masyarakat dan hak hukum mereka.
Penguatan Peran DPC Peradi
Senada, Ketua DPC Peradi Malang, Dian Aminudin, SH, menjelaskan bahwa Raker PBH ini merupakan bagian dari penguatan peran-peran organisasi profesi di bawah DPC.
“Di DPC Peradi, ada berbagai organ seperti Komisi Pengawas, Dewan Kehormatan, dan Komite Advokat Muda. Raker PBH hari ini adalah momen membangun budaya organisasi yang kreatif, terbuka terhadap evaluasi, dan fokus pada peningkatan pelayanan publik,” jelas Dian.
Raker PBH juga membuka diskusi tentang bagaimana membangun kepercayaan publik terhadap lembaga bantuan hukum. Menurut Dian, salah satu tantangan utama adalah stigma masyarakat bahwa mendatangi advokat selalu berbiaya mahal.
“Masyarakat harus tahu, kalau di bidang hukum ada ‘PBH’ seperti halnya ‘BPJS’ di bidang kesehatan. Kita ingin ubah persepsi itu, dan PBH harus proaktif, hadir di tengah masyarakat, bukan sekadar menunggu aduan,” tutupnya. (mf/aye)