Batu, Suaragong – Pemprov Jatim tengah berharap tiidak semua permasalahan diselesaikan secara hukum, akan tetapi lebih mengedepankan upaya restorative justice atau perdamaian secara kekeluargaan sebagai salah satu cara penyelesaian permasalahan sosial. Kepala desa dan lurah di Jawa Timur didorong untuk bisa menjadi juru damai melalui mediasi dengan pihak-pihak yang bermasalah.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, bahwa tidak semua permasalahan sosial mesti dibawa ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Menurutnya, persoalan-persoalan dengan nilai kecil, atau tidak membuat keresahan yang besar di masyarakat seharusnya dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
“Apalagi kaitannya dengan hal-hal mungkin ada ngutil (mencuri sedikit barang yang dijual pedagang di pasar). Bukan kita itu memberikan kelonggaran orang untuk ngutil, nyopet. Itu ada nilai-nilai tertentu, kan enggak semua harus dibawa ke APH,” kata Khofifah pada Selasa (28/11/2023).
Dia juga mencontohkan hal lainnya, bagaimana tidak jarang persoalan kecil yang terjadi di sekolah dibawa hingga ke ranah hukum.
Namun, apabila kasus tersebut sudah memenuhi unsur pidana atau perdata maka tetap harus menghadirkan jaksa serta perwakilan dari pihak kepolisian dengan penyelesaian secara kekeluargaan tetap berada di sekolah.
“Karena kalau ada masalah di sekolah tidak langsung ke APH, karena ada sesuatu yang bisa dimediasi, ada juru damai di dalamnya, yang mencoba mencari solusi di dalamnya,” katanya.
Untuk mendukung upaya itu, Pemprov Jatim juga menyelenggarakan Pelatihan Pra Paralegal Justice Award Untuk Kepala Desa dan Lurah Angkatan I, II, Dan III, Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2023 di Kota Batu, Jawa Timur.
Selain itu, saat ini di Jawa Timur terdapat sekitar 1.800 rumah Restorative Justice di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Sedangkan di Kepolisian memiliki Omah Rembug. Kedua fasilitas itu juga tengah dioptimalkan.
Dalam kegiatan itu, Khofifah juga memaparkan data bahwa jumlah sengketa perdata (gugatan) dan pidana biasa di Pengadilan Negeri Kelas I A khusus Surabaya saja tidak kurang dari 3.500 perkara setiap tahunnya.
Kemudian, kapasitas lapas di Jawa Timur terdapat kelebihan sebesar 116 persen berdasarkan data Ditjend Pemasyarakatan November 2023. Dari kapasitas daya tampung lapas yang seharusnya dihuni 13.228 orang, tetapi dihuni oleh 28.576 orang.
Sehingga, untuk menekan persoalan angka jumlah sengketa perdata dan pidana serta daya tampung lapas dapat melalui cara restorative justice.
Baca juga : Kerjasama Pemprov Jatim dan Bengkulu Perkuat Berbagai Sektor
“Dan kemudian ada sesuatu yang sedikit-sedikit APH, tidak seperti itu. Karena juga misalnya waiting list dari masalah yang ada di Pengadilan Negeri juga banyak, tidak semua masuk ke Pengadilan Negeri,” katanya.
“Jadi format-format ini tentu tidak hanya terkait pidana dan perdata, tapi bagaimana persoalan-persoalan di masyarakat ini ada kanalisasi, ada mediatornya, ada juru damai,” tambahnya. (mf/man)
Comments 1