SUARAGONG.COM – Jagat media sosial tengah heboh dengan kabar penembakan Brian Thompson, CEO UnitedHealthCare, oleh Luigi Mangione. Insiden ini terjadi di tengah kota New York, di mana Mangione menyerang Thompson dari blind spot. Yang mencengangkan, aksi ini memicu respons beragam dari masyarakat, dengan banyak pihak justru menyuarakan dukungan atas tindakan tersebut.
Kasus ini menggambarkan hubungan “love-hate” masyarakat dengan sistem asuransi, terutama di Amerika Serikat. Polisi berhasil menangkap Mangione di sebuah McDonald’s di Pennsylvania, sekitar 300 kilometer dari lokasi kejadian. Berdasarkan temuan awal, pria tersebut sedang dalam pelarian ketika akhirnya diringkus.
Motif: Frustrasi terhadap Biaya dan Sistem Pelayanan Kesehatan
Menurut laporan pihak berwenang, Mangione meninggalkan sebuah manifesto yang menjelaskan alasannya melakukan penembakan. Dalam catatan itu, ia mengkritik “kompleksitas dan tingginya biaya sistem kesehatan di AS,” yang menurutnya tidak efektif dalam melayani masyarakat.
Manifesto tersebut mencerminkan sentimen banyak warga Amerika yang kecewa terhadap sistem kesehatan negara mereka. Dengan biaya perawatan yang menjadi salah satu tertinggi di dunia, sistem kesehatan AS sering kali dinilai gagal memberikan layanan yang layak, bahkan bagi kalangan kelas menengah sekalipun.
Di media sosial, banyak netizen membandingkan situasi ini dengan program jaminan kesehatan di negara lain, seperti BPJS di Indonesia, yang meskipun memiliki kekurangan, tetap dinilai lebih terjangkau. Hal ini memunculkan diskusi panjang soal bagaimana warga AS kerap terjebak dalam utang medis hanya untuk perawatan dasar.
Kritik terhadap Perusahaan Asuransi
UnitedHealthCare, sebagai salah satu penyedia asuransi kesehatan terbesar di AS, sering menghadapi tudingan manipulasi premi dan kebijakan yang merugikan pelanggan. Kasus Thompson menjadi simbol meluasnya kemarahan masyarakat terhadap perusahaan asuransi yang dianggap lebih mementingkan keuntungan ketimbang pelayanan.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, skeptisisme terhadap asuransi kesehatan terus meningkat. Premi yang mahal, klaim yang dipersulit, hingga janji investasi yang sering kali tidak terealisasi, membuat banyak orang enggan menggunakan layanan asuransi.
Penembakan Brian Thompson dapat dianggap sebagai puncak dari gunung es masalah asuransi kesehatan global. Insiden ini menjadi pengingat akan urgensi reformasi sistem kesehatan, baik di AS maupun negara lain.
Perusahaan asuransi perlu mengubah pendekatannya untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Menjual janji-janji manis tanpa realisasi hanya akan memperburuk citra mereka di mata publik.
Bagi industri asuransi, kejadian ini adalah sinyal bahaya. Mencegah insiden serupa di masa depan memerlukan transparansi, pelayanan yang adil, dan upaya nyata untuk menempatkan kebutuhan pelanggan di atas keuntungan semata. (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news