SUARAGONG.COM – Kabar mengejutkan datang dari Semarang. Kombes Aris Supriyono, Kabid Propam Polda Jateng, mengungkap fakta mengejutkan terkait penembakan siswa SMKN 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktafiandi (17), oleh Aipda Robig Zaenuddin. Motifnya ternyata bukan untuk membubarkan tawuran, seperti yang sebelumnya diklaim.
“Motifnya karena emosi saat perjalanan pulang. Kendaraan korban dianggap memakan jalan, sehingga terduga pelaku menunggu mereka berputar balik dan kemudian melakukan penembakan,” jelas Aris dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/12).
Proses Hukum Menanti
Saat ini, Aipda Robig sudah ditempatkan di penahanan khusus oleh Bid Propam Polda Jateng. AKBP Helmy Tamaela, Kasubdit 3 Jatanras Polda Jateng, menyatakan bahwa penetapan Robig sebagai tersangka tinggal menunggu hasil analisis dari keterangan ahli.
“Setelah olah TKP dan keterangan ahli selesai, Ditreskrimum Polda Jateng akan segera menetapkannya sebagai tersangka. Prosesnya akan berjalan sesuai prosedur,” jelas Helmy.
Pernyataan ini sekaligus membantah klaim awal dari Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, yang sebelumnya menyebut tindakan Robig dilakukan dalam rangka pembubaran tawuran. Insiden ini juga menyebabkan dua teman Gamma mengalami luka-luka, dan keluarga korban telah melaporkan dugaan tindak pidana atas kasus tersebut.
Komisi III Desak Transparansi
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari Komisi III DPR. Ketua Komisi III, Habiburokhman, menuntut penyelidikan yang profesional dan transparan.
“Kami meminta agar semua pelaku diungkap, tanpa pandang bulu. Proses hukum harus dilakukan seadil-adilnya,” tegasnya.
Selain penegakan hukum, Komisi III juga mendesak Polrestabes Semarang untuk memperkuat pembinaan terhadap remaja sebagai langkah preventif untuk menghindari kriminalitas di masa depan.
Baca juga : Anggota Polisi Diduga Tembak Siswa Paskibra, Aipda R Ditahan dan Jadi Tersangka
Dilema Polisi di Lapangan
Rikwanto, anggota Komisi III sekaligus purnawirawan Polri, mengingatkan risiko besar dalam tugas kepolisian.
“Saat bertugas, kami selalu diingatkan: satu kaki di kuburan, satu kaki di penjara. Kecepatan bertindak dapat membawa bencana, tapi terlambat bertindak juga bisa berisiko,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, baik saat bertugas maupun di luar tugas. Kasus Aipda Robig menjadi pengingat bahwa tindakan yang gegabah hanya akan merusak citra kepolisian di mata publik.
Tragedi ini tidak hanya menjadi persoalan hukum tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi keluarga Gamma. Dengan transparansi dan keadilan, diharapkan kasus ini menjadi pelajaran untuk memperbaiki sistem dan mencegah kejadian serupa di masa depan. (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news