Oleh: Didik P Wicaksono (Pemerhati politik dan Praktisi Pendidikan di PP Nurul Jadid Paiton)
Politik Identitas di Indonesia
Spektrum politik identitas atau identitas politik campur-aduk mewarnai perpolitikan di Indonesia. Keduanya saling memperkuat eksistensi keberlanjutan “suatu entitas” sebagai bagian dari warga negara Indonesia.
Negara yang multikultural, bhinneka tunggal ika dan berdasarkan Pancasila.Penguatan identitas diri dan komunitas, efektif diperjuangkan melalui identitas politik ketika masuk partai politik (parpol) atau preferensi politik ketika menentukan pilihan politik.
Disusul dengan politik identitas, yaitu politisasi atau eksploitasi identitas oleh aktor politik demi target capaian kekuasaan.Kekuasaan politik dicapai, misalnya eksekutif (presiden, gubernur, bupati/walikota) atau legislatif (DPR RI/D), maka identitas primordial semakin eksis karena ada keterwakilan politik.
Kekuasaan dapat melahirkan regulasi yang berpihak pada identitas-identitas primordial. Secara umum, identitas (identity) adalah ciri khas atau jati diri yang melekat pada seseorang (siapa orang itu), melekat pada kelompok (kelompok apa dia), dan yang membedakan dengan seseorang atau kelompok lainnya.
Jati-diri muncul karena adanya ikatan primordial. Ikatan primordial berupa “hal-hal” yang dibawah sejak lahir seperti gender, genealogi, suku bangsa, marga, etnis, asal-usul daerah, agama, golongan keagamaan dan bahkan ideologi pemikiran.
Identitas yang menjadi ciri khas jati diri seseorang bersama kelompok komunitasnya memerlukan wadah. Wadah bisa berupa organisasi atau sekadar paguyuban.
Tujuan wadah itu untuk menjaga eksistensi identitas dan merawat loyalitasnya.Ikatan primordial yang semula berupa paguyuban berkembang menjadi organisasi formal (patembayan). Contoh paguyuban marga Simbolon, dengan nama formal/resmi “Punguan Simbolon Dohot Boruna (PSBI)”.
Banyak wadah organisasi berdasarkan entitas marga, etnisitas, asal usul daerah, agama dan golongan keagamaan.Berdasarkan organisasi keagamaan (Islam) ada Nahdlatul ulama (NU), Muhammadiyah dan banyak organisasi keagamaan Islam lainnya.
Kristen, ada Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan banyak wadah organisasi keagamaan Kristen lainnya serta organisasi keagamaan Hindu, Budha, Konghucu atau keyakinan lainnya.Berlanjut pada terwujudnya organisasi politik (parpol) yang seringkali disebut politik identitas.
Politik Identitas Dan Etnis yang Terlibat
Paling mendapat perhatian, yaitu politik berdasarkan agama dan etnisitas karena dikhawatirkan menjadi pemecah persatuan bangsa.
Campur aduk identitas politik dengan politik identitas dapat dilihat dari apa yang pernah ditunjukkan Hary Tanoesoedibjo melalui pernyataan politiknya bahwa Marga Tionghoa Indonesia akan mendukung calon Presiden yang akan didukung Presiden Jokowi.
Publik mengetahui identitas Hary Tanoe sebagai seorang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa. Beliau bergabung pada organisasi Tionghoa, yaitu Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), menjabat sebagai Penasehat.
Selain itu melekat pula identitas politik sebagai Ketua Umum parpol Persatuan Indonesia (Perindo). Identitas lainnya terkenal sebagai pengusaha, pemilik dari perusahaan konglomerat MNC Group. Identitas Hary Tanoe tidaklah tunggal.Pernyataan Hary Tanoe menurut penulis sah-sah saja.
Etnis Tionghoa memiliki identitas yang beragam, tidak mungkin mengikuti satu pandangan dan setuju ajakan Hary Tanoe. Namun, yang jelas, tidak mungkin pula etnis Tionghoa memilih pemimpin yang tidak mengakomodir keberadaannya sebagai warga Negara Indonesia.
Demikian pula identitas keagamaan Nahdlatul Ulama (NU), muncul pernyataan yang bertujuan memperjuangkan eksistensinya, “Tidak mungkin kita memasrahkan nasib masa depan NU kepada orang, kepada pihak yang membenci NU” (KH. Marzuki Mustamar, 2023) Manusia lahir membawa identitasnya masing-masing.
Sebagai contoh, lahir berjenis kelamin (gender) laki-laki, diberi nama yang gagah (maskulin/male). Berjenis perempuan namanya lembut (feminim/female).
Nama “Hardianto” terdengar gagah (maskulin), “Hardianti” lembut (feminim). Lazim nama berakhiran huruf “O” laki-laki dan “I” perempuan. Belum kenal, kita tahu jenis kelamin dari namanya. Hardianto laki-laki, Hardianti perempuan. Dibedakan laki-laki dan perempuan mulai dari baju, mainan, aktivitas, perilaku dan banyak aspek perbedaan lainnya untuk mempertegas jenis gendernya.
Robot-robotan, pedang-pedangan cocok mainan laki-laki. Mainan perempuan biasanya berupa boneka dan alat-alat masak. Identitas gender tidak boleh disembunyikan.
Keberadaan Identitas Manusia
Perlu intervensi politik melalui “politik identitas” berdasarkan gender. Partisipasi perempuan diberdayakan dengan 30 persen keterwakilannya di parlemen, membuat partai politik (parpol) berusaha memenuhi kuota minimal 30 persen.
Terdapat mekanisme diskualifikasi jika tidak memenuhi kuota. Politik ini menghasilkan produk undang-Undang perpolitikan yang menghadirkan perempuan dalam pentas politik. Konsep ini seharusnya diorientasikan pada penerapan prinsip-prinsip keadilan.
Keberadaan identitas manusia yang dibawa sejak lahir, wajib dihormati dan diperlakukan berbasis keadilan. Adil kepada kelompok lain yang berbeda meskipun barangkali benci. Kebencian tidak menghalangi prinsip-prinsip keadilan.
Dari seluruh ikatan yang ada, ikatan kesadaran berbangsa dan bernegara telah dipatenkan dan terpatri dengan kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seseorang yang lahir di Indonesia tentu membawa bawaan berupa “cinta tanah air, berbangsa dan bahasa Indonesia.
Termasuk di dalamnya ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itulah identitas nasional. Dua hal yang memiliki perbedaan antara etnis dan politik. Politik ini lebih jauh dikaitkan dengan kesadaran akan kebhinekaan bangsa Indonesia.
Berkaitan pula dengan eksistensi, kesetaraan, pengakuan, dan keadilan bagi kelompok yang mungkin mengalami diskriminasi, marginalisasi dan ketidakadilan sistemik. Persoalannya bagaimana mendudukan politik identitas yang adil dan proporsional.
Baca Juga : Gaes !!! Besuk Pemkab Malang Buka 2.786 Formasi CASN, Waspada Penipuan
Sejauh mana pengaturan boleh tidaknya politisasi atribut bawaan sejak lahir berupa ras, suku bangsa dan etnisitas, agama dan antargolongan diperjuangkan? Politik identitas tidak boleh menafikan (meniadakan) identitas-identitas bawaan komunitas lawan politik lainnya.
Kuncinya pada penghormatan atas entitas multikultural masyarakat Indonesia. Keadilan sesungguhnya berpihak secara proporsional sesuai pada tempatnya.
Tidak ada perlakuan diskriminatif, intoleran dan sikap-sikap yang tidak menghormati entitas multikultural. Identitas diri, identitas politik sangat penting ditunjukkan, namun bukan manipulatif, bertujuan menipu rakyat. Kemudian politik ini diterapkan secara terukur dengan saling menghormati identitas politik kompetitor lawan politiknya.(*)