Profil Affan Kurniawan & Kronologi Tewas Dilindas Rantis
Share

SUARAGONG.COM – Di tengah gegap gempita demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR, Kamis (28/8), satu nama kini menjadi simbol luka: Affan Kurniawan. Seorang driver ojek online berusia 21 tahun yang harus meregang nyawa bukan karena salahnya, melainkan karena dilindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan. Tragis. Negara yang katanya hadir melindungi, justru menghadirkan wajah paling bengisnya. Simbol duka bagi masyarakat!
Profil Singkat Affan, Ojol yang Gugur di Tengah Demo: Negara Melindas, Rakyat yang Tumbang
Affan lahir di Tanjung Karang, 18 Juli 2004. Ia masih muda, belum menikah, hidup di kontrakan sederhana bersama ayah-ibu, kakak sesama driver ojol, dan adik yang masih SMP.
Hidupnya sederhana, pekerjaannya mulia: menarik ojek online untuk membantu keluarga. Tetangga mengenalnya sebagai sosok yang ramah, pendiam, rajin, dan tidak pernah malas mencari rezeki sejak pagi. Ia, bersama kakaknya, menjadi tulang punggung keluarga di tengah kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Bukan aktivis garis depan, bukan provokator, bukan pula orator. Hanya seorang pemuda pekerja keras yang kebetulan harus berada di sekitar lokasi demo karena tugasnya mengantar pesanan makanan.
Baca Juga : Komdigi Panggil Meta dan TikTok Imbas Konten Provokatif Demo
Kronologi Naas: Dari Ricuh Jadi Tragedi
Awalnya, demo buruh berjalan damai sejak pukul 10.00 WIB, bahkan sempat ada momen aparat dan massa berfoto serta berpelukan. Namun situasi berbalik, bentrokan pecah kembali.
Saat itu, Affan tengah menyeberang di kawasan Pejompongan. Ia terpeleset, jatuh, dan naasnya, sebuah rantis Brimob melaju cepat menembus kerumunan. Affan pun terlindas.
Massa langsung marah, rantis dilempari, dan Affan dilarikan ke RSCM. Sayang, nyawanya tidak tertolong.
Baca Juga : Demo Buruh 28 Agustus 2025 Ada 6 Tuntutan
Ironi dan Amarah Publik
Jenazah Affan dimakamkan pagi tadi di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat. Namun di dunia maya, namanya hidup sebagai simbol amarah rakyat. Netizen menyebut tragedi ini bukan sekadar “kecelakaan”, melainkan bukti betapa murahnya nyawa rakyat kecil di mata negara.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf kepada keluarga korban dan menjanjikan pengusutan. Kompolnas turun tangan. Janji-janji yang terdengar menenangkan—sayangnya, publik sudah terlalu sering mendengar kalimat yang sama setiap kali ada nyawa melayang di tangan aparat.
Pertanyaan yang Tertinggal
Kisah Affan meninggalkan pertanyaan getir:
- Untuk apa kendaraan taktis berkecepatan tinggi harus menembus kerumunan massa?
- Mengapa seorang pemuda pekerja keras yang hanya ingin mengantar makanan harus pulang dalam keadaan jasad terbujur kaku?
- Berapa banyak lagi nyawa rakyat kecil harus dikorbankan demi stabilitas yang katanya demi bangsa?
Affan Kurniawan mungkin hanyalah satu nama. Tapi kepergiannya menjadi cermin tajam betapa negara bisa begitu biadab kepada rakyat yang justru harusnya dilindungi. Dan di antara duka itu, rakyat kembali diingatkan: ketika negara melindas, siapa yang akan benar-benar melindungi? Adil yang mana yang katanya dijunjung mati demi rakyat? (Aye)