Ramai Sound Horeg, Kasus Pasien THT Meningkat di Lumajang
Share

SUARAGONG.COM – Kontroversi sound horeg kembali mencuat setelah RSUD dr. Haryoto Lumajang melaporkan kenaikan jumlah pasien THT dalam beberapa bulan terakhir. Dokter Spesialis THT, Aliyah Hidayati, menyebut suara keras dari perangkat audio raksasa tersebut menjadi salah satu faktor utama.
Ramai Sound Horeg, Pasien Gangguan Pendengaran Meningkat di Lumajang
“Jumlah pasien gangguan telinga meningkat akibat suara keras dari sound horeg. Setelah ditelusuri, banyak yang berasal dari acara seperti itu,” ujar Aliyah, Kamis (7/8/2025).
Data RSUD dr. Haryoto mencatat, Januari–Juli 2025 terdapat 2.480 pasien THT, meski tidak semua disebabkan sound horeg. Keluhan paling umum adalah tinnitus atau denging di telinga, yang dialami baik oleh penonton maupun warga sekitar lokasi acara.
Baca Juga : Menparekraf Soroti Fenomena Sound Horeg
Ambang Batas 85-90
Dokter Spesialis THT-KL FIKKIA UNAIR, Citra Dwi Novastuti, menjelaskan bahwa sound horeg dapat menghasilkan suara 130–135 desibel, jauh di atas ambang aman 85–90 desibel menurut NIOSH. “Pada intensitas itu, toleransi aman hanya 1,5 detik sebelum berisiko merusak sel rambut koklea secara permanen,” tegasnya.
Senada, dr. Harim Priyono dari RSCM mengingatkan bahwa paparan suara ekstrem bisa memicu gangguan pendengaran sensorineural yang bersifat permanen. Ia menyarankan edukasi publik terkait intensitas suara dan jarak aman, bukan larangan total.
Peningkatan kasus ini menjadi alarm kedua setelah insiden meninggalnya Anik Mutmainnah (39) saat menonton karnaval sound horeg di Lumajang. Meski penyebab pasti kematian belum dipastikan, paparan suara keras diyakini berpotensi memicu reaksi fisiologis fatal pada individu dengan kondisi fisik rentan.
Meski belum ada bukti ilmiah yang menjelaskan suara ekstrem jadi sebab sebab kematian secara langsung, paparan suara sangat keras bisa memicu serangkaian reaksi fisiologis yang bisa berujung fatalitas, terutama terhadap individu dengan kondisi fisik rentan. (Aye/sg)