Type to search

Gaya Hidup Trends

Refleksi Kenaikan Yesus Kristus: Bangkit Dalam Keterpurukan

Share
Refleksi Kenaikan Yesus Kristus (Ilustrasi oleh: Galih)

SUARAGONG.COM – Kamis, 29 Mei 2025, umat Kristiani di seluruh dunia memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga, 40 hari setelah kebangkitan-Nya di Hari Paskah. Bagi banyak orang, perayaan ini hanya sebatas rutinitas liturgi tahunan. 

Baca Juga: Pencapaian Paus Fransiskus: Membawa Gereja Katolik Menuju Era Baru

Dunia Semakin Tidak Menentu, Banyak yang Terjatuh dalam Perjalanan Hidup

Namun di tengah dunia yang semakin kacau, penuh ketidakpastian dan kelelahan hidup, Kenaikan Tuhan Yesus tahun ini seharusnya menjadi titik balik spiritual yang dalam. 

Sebuah momentum reflektif. Bukan sekadar mengingat peristiwa langit terbuka dua ribu tahun silam, tetapi merenungkan apa makna kebangkitan dan kenaikan itu dalam keterpurukan hidup kita hari ini.

Bangkit Tidak Hanya Soal Tubuh, Tapi Juga Jiwa Seperti Kenaikan Yesus Kristus

Dalam banyak khotbah, kita sering mendengar bahwa kebangkitan Kristus adalah kemenangan atas maut. 

Tapi jarang kita merenungkan, apa gunanya kemenangan itu bagi orang yang hidupnya justru terasa mati, terpuruk dalam kemiskinan, kehilangan pekerjaan, relasi yang hancur, bahkan krisis iman?

Kebangkitan Kristus bukan sekadar peristiwa historis. Itu adalah tawaran transformatif: bahwa penderitaan bukan akhir dari cerita, bahwa ada harapan untuk bangkit meski kita remuk. 

Maka Kenaikan Yesus ke Surga menjadi pengingat bahwa kita dipanggil untuk naik, untuk bertumbuh, untuk meninggalkan dosa dan luka yang menahan kita di tanah. 

Tuhan tidak hanya bangkit untuk diri-Nya sendiri. Ia bangkit untuk menunjukkan bahwa kita pun bisa.

Keterpurukan Adalah Realita, Tapi Bukan Identitas

Indonesia hari ini tidak kekurangan alasan untuk merasa terpuruk. Dari krisis ekonomi global yang berdampak pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok, sampai polarisasi sosial yang semakin tajam. 

Anak muda kehilangan arah, orang tua kehilangan pekerjaan, gereja pun tak jarang kehilangan relevansi.

Sebagai orang Kristen, kita tidak dipanggil untuk menutup mata atas kenyataan itu. Kita dipanggil untuk jujur mengakui luka, namun tidak menyerah padanya. 

Keterpurukan bisa jadi musim, tapi bukan identitas kekal kita. Kita adalah umat yang telah ditebus. 

Kita punya identitas baru dalam Kristus. Maka keterpurukan bukanlah tujuan akhir, melainkan proses yang bisa kita lalui bersama dengan Tuhan yang sudah menang. (PGN)

Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *