Type to search

Pemerintahan

RUU Pemilu: Wacana Pemisahan Pileg dan Pilpres Mencuat

Share
Wacana pemisahan pelaksanaan pemilihan umum legislatif (Pileg) dan pemilihan umum eksekutif (Pilpres dan Pilkada) mulai dicetuskan.

SUARAGONG.COM – Wacana pemisahan pelaksanaan pemilihan umum legislatif (Pileg) dan pemilihan umum eksekutif (Pilpres dan Pilkada) mulai dicetuskan. Dibahas dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah digodok di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

RUU Pemilu Memunculkan Wacana Pemisahan Pileg dan Pilpres

Anggota Baleg DPR, Firman Soebagyo, menyebut bahwa salah satu skenario yang dikaji adalah menggelar pemilu legislatif terlebih dahulu, yang meliputi pemilihan DPR RI, DPD RI, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Setelahnya, baru digelar pemilu eksekutif yang terdiri dari pemilihan presiden dan kepala daerah.

“Kemungkinan bisa juga nanti kami coba bahas, kami kaji pemilu bisa dikondisikan dua kali, yaitu pemilu eksekutif, pemilu legislatif. Legislatifnya lebih dulu, kemudian nanti pemilu eksekutif,” kata Firman di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (30/7/2025).

Baca Juga :  Wacana Pilkada Secara Tidak Langsung: Masih Sesuai Konstitusi

Dasar Presidential Threshold

Menurut Firman, pelaksanaan pemilu legislatif lebih awal juga memiliki alasan strategis, yakni untuk menjadi dasar perhitungan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Dengan hasil Pileg sudah diketahui sebelumnya, partai atau koalisi partai akan lebih siap dan realistis dalam mencalonkan presiden.

RUU Pemilu ini juga akan disusun dengan metode omnibus law, mengingat akan menggabungkan sejumlah aturan kepemiluan yang sebelumnya tersebar di berbagai undang-undang.

Baca JugaDPRD Jatim Apresiasi Pemilu 2024 dan Harapan Pembangunan

Imbas Putusan MK

Wacana ini juga muncul sebagai respons atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menyatakan pemilu nasional dan pemilu daerah sebaiknya dipisahkan dengan rentang waktu dua hingga dua setengah tahun.

“Sekarang ini kan kami sebagai pembuat undang-undang ya, memang dengan putusan MK itu agak membingungkan,” ujar Firman. Ia menambahkan, perpanjangan masa jabatan sejumlah kepala daerah dan anggota DPRD akibat putusan MK belum memiliki landasan hukum yang kuat dalam UU yang ada saat ini.

Firman menegaskan, perpanjangan masa jabatan tidak bisa dilakukan sembarangan tanpa mengubah konstitusi. “Kalau itu ada dilakukan, maka harus mengubah konstitusinya. Itu enggak bisa kita lakukan seperti itu,” tegasnya.

Belum Ada Keputusan Final

Meski Komisi II DPR telah menyurati pimpinan DPR terkait arah revisi sistem pemilu, hingga saat ini belum ada keputusan resmi yang diambil. Firman berharap pembahasan RUU Pemilu dapat dimulai lebih awal, setidaknya tahun depan, mengingat pemilu selanjutnya baru akan berlangsung pada 2029.

“Karena kalau terburu-buru, nanti hasilnya tidak maksimal. Seperti yang lalu-lalu, keputusan tentang revisi UU Pemilu itu berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu,” ucapnya.

Putusan MK sebelumnya menegaskan bahwa pemilu nasional — meliputi DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden — harus rampung terlebih dahulu, sebelum pemilu daerah digelar. Titik akhir pemilu nasional, menurut MK, adalah saat pelantikan pejabat-pejabat terpilih.(Aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *