Type to search

Peristiwa

Sejarah Mulai Imlek dari Larangan Hingga di Pengakuan di Indonesia 

Share
Di Indonesia, perjalanan sejarah perayaan Imlek tidak selalu berjalan mulus, Dari masa ke masa, perayaan ini mengalami berbagai perubahan.

SUARAGONG.COM – Perayaan Imlek merupakan salah satu momen penting dalam budaya Tionghoa. Dalam perayaan ini menandai sebuah awal tahun baru dalam kalender lunar atau bulan. Di Indonesia sendiri, perjalanan sejarah Imlek tidak selalu berjalan mulus. Dari masa ke masa, perayaan ini mengalami berbagai perubahan. Mulai dari pengakuan, pembatasan, hingga akhirnya diakui sebagai hari libur nasional.

Sejarah Awal Pengakuan Perayaan Imlek di Indonesia

Sejarah perayaan Imlek di Indonesia bermula dari kedatangan para imigran Tionghoa ke Nusantara. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengakui perayaan ini sebagai salah satu hari besar keagamaan. Pada tahun 1946, pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 2/OEM-1946 yang menetapkan beberapa hari raya keagamaan masyarakat Tionghoa, termasuk Tahun Baru Imlek, wafatnya Khonghucu, Ceng Beng, dan hari lahirnya Khonghucu.

Langkah ini mencerminkan pengakuan terhadap kebebasan beragama dan budaya, serta menunjukkan semangat toleransi dalam keberagaman bangsa Indonesia. Perayaan Imlek diakui sebagai bagian dari identitas masyarakat Tionghoa di Indonesia dan dirayakan secara luas di berbagai daerah.

Masa Orde Baru: Larangan dan Penindasan

Namun, pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, perayaan Imlek mengalami pembatasan ketat. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967, semua perayaan dan aktivitas budaya Tionghoa, termasuk Imlek, dilarang dirayakan di ruang publik. Tradisi ini hanya boleh dilakukan dalam lingkungan keluarga secara tertutup.

Selain larangan perayaan Imlek, pemerintah juga membatasi penggunaan bahasa Mandarin, melarang penyiaran lagu-lagu berbahasa Mandarin di radio, dan mengganti istilah “Tionghoa” menjadi “China” dalam berbagai dokumen resmi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh budaya Tionghoa di tengah gejolak politik saat itu. Akibatnya, komunitas Tionghoa di Indonesia mengalami diskriminasi dan keterbatasan dalam menjalankan tradisi mereka.

Meski demikian, di balik larangan ini, masyarakat Tionghoa tetap mempertahankan budaya mereka secara diam-diam. Di beberapa daerah, perayaan Imlek tetap dilakukan dengan sederhana dan penuh kehati-hatian.

Era Gus Dur: Titik Balik Sejarah Imlek

Titik balik bagi perayaan Imlek di Indonesia terjadi pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada tahun 2000, beliau mencabut Inpres Nomor 14/1967 melalui Keputusan Presiden Nomor 6/2000. Dengan keputusan ini, masyarakat Tionghoa kembali diperbolehkan merayakan Imlek secara terbuka tanpa rasa takut.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya Gus Dur dalam menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Selain mencabut larangan perayaan Imlek, ia juga mengembalikan istilah “Tionghoa” dalam dokumen resmi, menggantikan istilah “China” yang sebelumnya digunakan di era Orde Baru.

Imlek sebagai Hari Libur Nasional

Setelah pencabutan larangan, perayaan Imlek semakin mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Pada tahun 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan Nomor 13/2001 yang menetapkan Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif bagi masyarakat Tionghoa.

Selanjutnya, pada tahun 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 19/2002. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah penting bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek akhirnya diakui sebagai bagian dari kalender nasional Indonesia.

Baca Juga : Buah ini Wajib Ada Saat Imlek untuk Datangkan Keberuntungan

Imlek dan Keberagaman Indonesia

Kini, perayaan Imlek tidak hanya menjadi tradisi masyarakat Tionghoa, tetapi juga telah menjadi bagian dari kebudayaan nasional Indonesia. Perayaan ini dirayakan dengan berbagai cara, mulai dari pemasangan lampion, barongsai, hingga pertunjukan budaya di berbagai kota besar di Indonesia.

Pemerintah pun turut serta dalam merayakan Imlek secara resmi. Setiap tahunnya, perayaan nasional Imlek yang diselenggarakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) dihadiri oleh pejabat negara, termasuk Presiden RI. Hal ini menegaskan bahwa perayaan Imlek bukan hanya milik masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari semangat persatuan dalam keberagaman budaya Indonesia.

Perjalanan panjang perayaan Imlek di Indonesia menunjukkan bagaimana perubahan kebijakan dapat memengaruhi kehidupan sosial dan budaya suatu kelompok masyarakat. Dari larangan di era Orde Baru hingga pengakuan penuh di era reformasi, perayaan Imlek kini menjadi simbol kebhinekaan yang memperkaya budaya Indonesia.

Sebagai bangsa yang beragam, pengakuan terhadap perayaan seperti Imlek menjadi bukti bahwa Indonesia terus berkembang. Menjadikannya sebuah negara yang lebih inklusif dan menghargai perbedaan sebagaimana dasar hukum kita, yaitu pancasila.  (aye)

Baca Juga Artikel berita Terupdate Lainnya dari Suaragong di Google News

 

Tags:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *