Sengketa Lahan SMP PGRI 2 Ngoro dan Pemdes Rejoagung Jombang Kian Memanas
Share

SUARAGONG.COM – Polemik kepemilikan lahan antara Pemerintah Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Jombang, dengan SMP PGRI 2 Ngoro masih terus berlanjut tanpa titik temu. Konflik ini semakin memanas setelah pembangunan fondasi yang dilakukan pemerintah desa dianggap merugikan pihak sekolah.
Kepala SMP PGRI 2 Ngoro, Nani Lestari, mengungkapkan bahwa awalnya perangkat desa hanya meminta satu gedung laboratorium yang sudah tidak terpakai. Namun, permintaan tersebut belum mendapat kesepakatan karena pihak sekolah masih menunggu keputusan dari Badan Aset Dinas terkait.
Baca juga: Konflik Tanah Mengancam Kelangsungan SMP PGRI 2 Ngoro Jombang
Pembangunan yang Meluas dan Merusak
Menurut Nani, apa yang terjadi di lapangan jauh melebihi kesepakatan awal. Perangkat desa disebut-sebut mulai melakukan pembangunan yang justru melebar hingga merusak fasilitas lain di sekolah, termasuk ruang tenaga pengajar, kamar mandi, hingga musala.
“Kami hanya disisakan satu kelas saja untuk kegiatan belajar mengajar. Kamar mandi dan mushala sudah diobrak-abrik,” ujarnya.
Bahkan, salah satu perangkat desa pernah menyebut bahwa gedung sekolah akan dirobohkan menggunakan alat berat. Meskipun hingga kini hal itu belum dilakukan, kondisi bangunan SMP PGRI 2 Ngoro semakin mengenaskan.
Sebagian besar ruang kelas mengalami kerusakan parah. Beberapa atap sudah diambil, sementara tiga kelas yang menghadap selatan mengalami pembongkaran hingga tembus ke belakang. Material bangunan seperti genting sudah diturunkan dan diamankan di satu ruang kelas yang tersisa. Meskipun demikian, aktivitas belajar mengajar tetap berjalan dengan menggunakan satu kelas untuk semua jenjang, yaitu kelas 7, 8, dan 9.
Pemdes Rejoagung Jombang Bantah Penggusuran
Sementara itu, Kepala Desa Rejoagung, Ahmad Kasani, melalui Kepala Dusun Ali Imron, menegaskan bahwa pihak desa tidak bermaksud melakukan penggusuran. Ia menjelaskan bahwa bangunan yang sedang digunakan untuk pembangunan adalah ruang kosong yang rencananya akan dijadikan gedung serbaguna.
Ali Imron juga menegaskan bahwa lahan tersebut memang milik desa. “Dulu ini memang tanah eigendom, termasuk lokasi lapangan dekat SMP PGRI 2 Ngoro yang berbatasan dengan makam,” jelasnya.
Meski pihak sekolah selama ini membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Ali menegaskan bahwa mereka tidak bisa menunjukkan dokumen resmi kepemilikan tanah. “Kalau di Letter C Desa Rejoagung, statusnya diperuntukkan untuk SMP PGRI, tapi tanahnya tetap milik desa,” tambahnya.
Ia pun membantah tudingan penggusuran, menyatakan bahwa desa hanya menurunkan genting dari bangunan yang berpotensi roboh dan mengajak warga untuk bergotong royong membangun pondasi gedung serbaguna.
“Kalau penggusuran tidak ada, tapi kalau memang tidak diperbolehkan memakai bangunan, kami akan meminta semuanya. Karena dasar kami adalah Letter C desa, sedangkan pihak sekolah tidak memiliki sertifikat kepemilikan,” tegasnya.
Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian konflik ini. Pihak sekolah masih menunggu kepastian hukum terkait status tanah, sementara pemerintah desa tetap melanjutkan pembangunan yang mereka klaim sebagai kepentingan bersama. (rfr)
Baca Berita Terupdate lainnya melaluiĀ google news