Mandi Uap dan Spa Kini Diakui Sebagai Layanan Kesehatan Tradisional oleh MK
Share

SUARAGONG.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa mandi uap dan spa termasuk dalam kategori jasa pelayanan kesehatan tradisional. Keputusan ini diambil setelah memproses perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 yang mempertanyakan posisi hukum mandi uap dan spa yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai hiburan.
Mengakhiri Stigma Negatif
Sebelum keputusan ini, layanan spa sering disamakan dengan tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, dan kelab malam. Pengelompokan tersebut menimbulkan stigma negatif terhadap jasa yang sebenarnya berorientasi pada kesehatan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa frasa “dan mandi uap/spa” dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l UU Nomor 1 Tahun 2022 kini dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, kecuali jika dimaknai sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.
“Pelayanan kesehatan tradisional di Indonesia diakui sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Ini mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif,” jelas Arief saat membacakan putusan di laman resmi MK.
Kombinasi Tradisional dan Modern
Spa diakui lebih dari sekadar rekreasi. Layanan ini memadukan metode perawatan tradisional dan modern, seperti penggunaan air, pijat, terapi aroma, latihan fisik, hingga terapi musik. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa demi kesehatan optimal.
“Dalam konteks kearifan lokal, layanan seperti mandi uap dan spa memiliki manfaat kesehatan yang signifikan dan perlu diakui,” tambah Arief.
Baca juga :
Masalah Pajak Masih Jadi Sorotan
Meski telah diakui sebagai bagian dari layanan kesehatan, tarif pajak tinggi terhadap spa tetap menjadi isu. Sebelumnya, Pasal 58 ayat (2) UU HKPD menetapkan pajak spa sebesar 40 hingga 75 persen, menyamakannya dengan pajak hiburan.
Para pemohon menilai kebijakan ini tidak adil dan diskriminatif, mengingat tujuan utama spa adalah untuk kesehatan. Namun, MK menegaskan bahwa penentuan tarif pajak merupakan kewenangan pembuat undang-undang sesuai dengan amanat Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945.
“Dalil bahwa pajak spa bersifat diskriminatif tidak beralasan menurut hukum,” tutup Arief.
Langkah Besar untuk Layanan Kesehatan Tradisional
Keputusan ini menjadi langkah besar dalam menghapus stigma terhadap mandi uap, sekaligus memperkuat posisinya sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional yang berbasis kearifan lokal. Meski masalah pajak masih menjadi perdebatan, pengakuan ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pengembangan lebih lanjut layanan kesehatan tradisional di Indonesia. (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news