SUARAGONG.COM – Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan tingkat konsumsi energi yang terus meningkat, sedang menghadapi tantangan besar dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Salah satu solusi yang menjanjikan untuk masalah ini adalah pengembangan energi terbarukan (renewable energy). Salah satu bentuk energi terbarukan yang semakin populer adalah biodiesel, yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak nabati atau minyak jelantah.
Profesor Mochammad Junus dan Indra Lukmana Putra, dua peneliti dari bidang kimia dan teknologi energi terbarukan, telah melakukan penelitian mendalam mengenai konversi minyak jelantah menjadi biodiesel menggunakan katalis kalsium oksida (CaO). Penelitian ini berfokus pada pengembangan teknologi yang ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan dalam mengolah limbah minyak jelantah menjadi sumber energi terbarukan yang lebih bersih. Hasil penelitian ini tidak hanya memberikan solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pengolahan Minyak Jelantah: Sumber Energi Terbarukan yang Efisien
Minyak jelantah, atau minyak bekas penggorengan, merupakan salah satu jenis limbah yang sangat umum dihasilkan dari industri makanan. Salah satunya adalah industri kripik tempe Sanan yang menghasilkan banyak minyak jelantah dari proses penggorengan. Minyak jelantah ini, yang jika tidak dikelola dengan baik, bisa mencemari lingkungan, ternyata memiliki potensi besar untuk diolah menjadi biodiesel. Melalui proses transesterifikasi, minyak jelantah dapat diubah menjadi biodiesel (alkil ester) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah dikenal dengan sifatnya yang ramah lingkungan. Sebagai “green fuel,” biodiesel memiliki sejumlah keunggulan, seperti sifat yang dapat terbarukan, tidak beracun, dan dapat terbiodegradasi. Selain itu, penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar mengurangi emisi CO, CO2, SOx, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar, yang berpotensi menurunkan polusi udara hingga 50%.
Proses Transesterifikasi Jelantah Biodiesel dan Peran Katalis Kalsium Oksida
Proses transesterifikasi adalah reaksi kimia yang melibatkan minyak nabati atau trigliserida dengan alkohol (biasanya metanol atau etanol), yang dihadapkan dengan katalis untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol. Salah satu tantangan utama dalam proses ini adalah pemilihan katalis yang efektif. Peneliti dari Universitas Indonesia ini memutuskan untuk menggunakan kalsium oksida (CaO) sebagai katalis dalam proses transesterifikasi minyak jelantah, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan hasil biodiesel.
Kalsium oksida, yang bersifat basa kuat, memiliki keuntungan sebagai katalis karena harganya yang relatif murah dan keberadaannya yang melimpah. Dalam penelitian ini, CaO digunakan untuk mempercepat reaksi transesterifikasi antara trigliserida (minyak jelantah) dan metanol. Dengan menggunakan CaO, proses transesterifikasi dapat berlangsung lebih cepat dan menghasilkan biodiesel dengan yield yang tinggi.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, minyak jelantah yang diperoleh dari industri kripik tempe Sanan digunakan sebagai bahan baku utama. Metanol 96% dan kalsium oksida (CaO) digunakan sebagai bahan kimia dalam reaksi transesterifikasi. Proses reaksi dilakukan pada suhu yang dikontrol dengan kecepatan pengadukan konstan 600 rpm untuk memastikan tercampurnya bahan reaksi secara merata.
Sebelum melakukan transesterifikasi, kadar asam lemak bebas dalam minyak jelantah harus dikurangi melalui tahap esterifikasi menggunakan asam sulfat (H₂SO₄). Setelah itu, proses transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan alkali (CaO) untuk menghasilkan campuran biodiesel dan gliserol. Untuk memisahkan biodiesel dari sisa reaktan, proses sentrifugasi dilakukan. Campuran biodiesel yang dihasilkan didiamkan selama 20 jam untuk memastikan pemisahan yang jelas antara biodiesel dan gliserol.
Untuk memastikan kemurnian biodiesel yang dihasilkan, analisis dilakukan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dan Gas Chromatography (GC) dengan kolom HP 5 (5% Phenyl Methyl Siloxane) untuk mengidentifikasi komponen alkil ester dalam biodiesel. Pengaturan suhu pada 60-65°C digunakan untuk mengoptimalkan laju reaksi, karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dekomposisi senyawa dan menurunkan hasil biodiesel.
Temuan Utama dan Capaian Penelitian
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah memenuhi sejumlah parameter kimia yang sangat penting, seperti angka setana yang lebih tinggi dan viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati baru. Meskipun angka setana biodiesel minyak jelantah sedikit lebih rendah (di bawah 40), namun masih berada dalam kisaran yang dapat diterima untuk digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa proses pemurnian dan pengaturan suhu yang tepat dapat menurunkan viskositas biodiesel serta mengurangi titik beku dan kadar air. Dengan demikian, biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah ini tidak hanya dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, tetapi juga memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh badan pengawas energi.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuktikan bahwa biodiesel dari minyak jelantah, yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi dengan katalis kalsium oksida, merupakan solusi yang efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, sekaligus memberikan manfaat lingkungan yang signifikan. Proses ini memungkinkan pemanfaatan limbah minyak jelantah yang melimpah untuk menghasilkan energi terbarukan yang ramah lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung ketahanan energi nasional.
Baca Juga : Pemerintah Targetkan Swasembada Energi: Optimalkan Biodiesel dan Energi Terbarukan
Kesimpulan dan Arah Penelitian Selanjutnya
Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Mochammad Junus dan Indra Lukmana Putra ini menunjukkan bahwa minyak jelantah dapat menjadi sumber biodiesel yang efisien dan ramah lingkungan. Penggunaan katalis kalsium oksida dalam proses transesterifikasi terbukti meningkatkan efisiensi dan hasil biodiesel. Penelitian ini membuka jalan untuk pengembangan lebih lanjut dalam pemanfaatan limbah minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif, yang tidak hanya berpotensi mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan ekonomi.
Ke depannya, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan fokus pada optimasi proses, pengurangan biaya produksi, serta pengembangan katalis yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan demikian, biodiesel dari minyak jelantah dapat menjadi salah satu solusi penting dalam mencapai ketahanan energi yang berkelanjutan di masa depan. (ind/aye).
Baca Juga Artikel Berita Terupdate Lainnya dari Suaragong di Google News