Tren Baru di Korea, Lamaran Mewah di Hotel Jadi Ajang Pamer di Instagram
Share

SUARAGONG.COM – Anak muda Korea Selatan kini punya tren baru dalam merayakan momen lamaran. Bukan sekadar acara sederhana bersama keluarga, melainkan dirancang mewah di hotel berbintang lengkap dengan hadiah mahal dan unggahan Instagram yang dikurasi cantik.
Tren Baru di Korea, Gelar Lamaran di Hotel Mewah Demi Pengakuan di Sosial Media
Fenomena ini diteliti oleh tim yang dipimpin Yang Su Jin, profesor madya ilmu konsumen di Sungshin Women’s University. Mereka menganalisis 128 unggahan Instagram yang berkaitan dengan lamaran, dengan rata-rata usia pengguna 29 tahun—usia yang dianggap ideal untuk menikah di Korea.
Hasil studi menunjukkan bahwa hotel menjadi lokasi paling populer untuk melamar, mencakup 42 persen unggahan atau sekitar 55 postingan. Dari jumlah itu, 17 unggahan menampilkan hotel bintang lima, dengan Signiel di Jamsil, Seoul, sebagai lokasi favorit yang muncul dalam 15 unggahan.
Tren Korea Selatan: Lamaran Di Mobil Mewah
Selain hotel, lamaran di mobil juga cukup banyak ditemukan, mencapai 24 unggahan. Menariknya, ketika kendaraan tersebut adalah merek mewah seperti BMW atau Mercedes-Benz, para pengguna justru menyoroti merek mobil tersebut dalam postingan mereka. Ada juga 16 unggahan lamaran di tempat privat seperti restoran, kapal pesiar, atau galeri seni.
Baca Juga : Melly Goeslaw & Anto Hoed Rayakan 30 Tahun Pernikahan
Standar Hadiah-Hadiah
Dari sisi hadiah, cincin berlian hanya muncul di 30 persen unggahan (38 postingan). Tiffany & Co. menjadi merek yang paling sering disebutkan. Namun, tren terbaru justru menunjukkan peningkatan popularitas tas tangan mewah sebagai simbol lamaran. Chanel menjadi brand paling dominan, muncul di separuh dari 38 unggahan tas tangan.
Para peneliti menyimpulkan, tas tangan atau barang mewah lain lebih dipilih karena dianggap lebih instagramable. Dibanding cincin, barang-barang seperti tas belanja bermerek, kotak, hingga pita dekorasi lebih memberi kesan visual yang kuat di media sosial dengan biaya relatif lebih terjangkau.
Fenomena ini dinilai sebagai kombinasi antara budaya narsisme di media sosial dan sifat performatif dari tradisi pernikahan di Korea. Alih-alih sekadar simbol cinta, lamaran kini berubah menjadi pertunjukan publik yang sarat dengan konsumsi mewah dan pengakuan sosial. (Aye/sg)