Type to search

Peristiwa

Tujuh Brimob dalam Rantis Maut: Nyawa Ojol Terlindas

Share
Affan Kurniawan, 21 tahun, pengemudi ojek online, meregang nyawa setelah tubuhnya dilindas mobil taktis (rantis) pihak aparat

SUARAGONG.COM – Di mana nih biang kerok peristiwa tragis yang melindas rakyat yang harusnya dilindungi. Malam itu, Kamis (28/8/2025), jalanan Pejompongan jadi saksi bisu di keramaian demonstrasi. Affan Kurniawan, 21 tahun, pengemudi ojek online, meregang nyawa setelah tubuhnya dilindas mobil taktis (rantis) Brimob. Bukan karena kriminal, bukan karena musuh negara, tapi oleh mereka yang seharusnya jadi pelindung rakyat. Siapa Gerangan Yang kau lindungi?

7 Brimob dalam Rantis Maut: Nyawa Ojol Tergilas, Publik Tanya, Keparat atau Aparat?

Polri akhirnya buka data: ada tujuh anggota Brimob di dalam rantis maut itu. Nama-nama mereka sudah disebut: Bripka KR (pengemudi), Kompol C (di kursi depan), lalu Aipda R, Brigadir D, Brigadir A, Baraka J, dan Baraka Y (di belakang). Lengkap, jelas, dan semuanya kini berstatus “ditempatkan khusus” alias patsus di Mabes Polri. Hukuman awal? 20 hari.

Baca Juga : Media Internasional Sorot Demo Indonesia: Tragedi Affan Jadi Sorotan Global

Patsus: Hukuman atau Liburan?

Publik tentu geram. Nyawa seorang ojol hanya dibayar dengan karantina 20 hari di markas? Netizen pun menyindir: “Kalau rakyat kecil yang salah, langsung bui. Kalau aparat salah, cukup patsus. Bedanya aparat sama keparat tipis banget.”

Sindiran ini makin keras karena Polri sendiri mengakui ketujuhnya terbukti melanggar kode etik. Tapi, entah kenapa, kata “pidana” tak terdengar. Yang ada hanya “pemeriksaan internal” dan “investigasi transparan”. Transparan bagi siapa? Rakyat yang marah, atau institusi yang sibuk jaga muka?

Baca Juga : Prabowo Janji Pemerintah Jamin Kehidupan Keluarga Affan Kurniawan

Wajah-Wajah yang Berlindung di Balik Seragam

Publik tak cuma marah pada institusi, tapi juga ingin tahu: apa yang ada di kepala tujuh anggota itu ketika rantis menggilas tubuh Affan? Apakah ini murni kelalaian, atau refleksi dari budaya arogansi bersenjata yang sudah lama jadi penyakit?

Bripka KR dan Kompol C, pengendali kursi depan, tentu jadi sorotan utama. Tapi bagaimana dengan lima lainnya di belakang? Diam, ikut, dan pulang seakan tak terjadi apa-apa? Bagi keluarga Affan, tiap nama itu bukan sekadar daftar, melainkan tujuh wajah yang kini harus mempertanggungjawabkan kematian anaknya.

Publik Tak Mau Lagi “Kambing Hitam”

Permintaan maaf dari Dankor Brimob jelas belum cukup. “Maaf” sering jadi kata pembuka untuk menutup kasus. Rakyat tak lagi puas dengan janji “transparansi”. Mereka ingin bukti nyata: penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Karena kalau nyawa rakyat kecil hanya berujung patsus, maka wajar bila publik bertanya: masih pantaskah mereka disebut aparat, atau sebenarnya sudah keparat? (Aye/sg)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69