Viral Pernikahan Dini Siswi SMP 15 Tahun di Lombok Tengah
Share

SUARAGONG.COM – Sebuah video viral memperlihatkan pasangan pengantin remaja mengenakan pakaian adat Sasak berwarna hitam duduk di pelaminan. Mereka ternyata adalah anak di bawah umur. Pernikahan dini ini terjadi di salah satu desa di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dan kini tengah diproses secara hukum.
Pernikahan Dini Siswi SMP di Lombok Tengah
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram telah melaporkan kasus ini ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Tengah, Sabtu (24/5/2025). Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam karena praktik ini dinilai membahayakan masa depan anak-anak, serta melanggar hukum.
Siswi SMP Menikah di Usia 15 Tahun
Pasangan yang menikah tersebut adalah YL, siswi SMP berusia 15 tahun, dan RS, anak putus sekolah (APTS) berusia 17 tahun. Meski sempat dicegah oleh aparatur desa seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, Bhabinkamtibmas dan Babinsa, namun pernikahan tetap dilangsungkan secara diam-diam. Bahkan mereka tetap nekat menggelar prosesi nyongkolan, tradisi pernikahan adat Sasak, hingga akhirnya video mereka tersebar luas di media sosial.
“Sudah ada upaya untuk mencegah, tapi akhirnya mereka tetap ngotot melakukan perkawinan anak,” ujar Joko.
Baca Juga : Bupati Malang Sanusi: Jangan Lengah Meski Pernikahan Anak Turun
Pihak yang Memfasilitasi Diperiksa
Joko menegaskan bahwa pihak yang dilaporkan adalah oknum yang memfasilitasi pernikahan tersebut, termasuk kemungkinan keterlibatan orang tua dan penghulu yang menikahkan.
“Yang kita soroti adalah orangtua. Kita masih belum tahu ini penghulunya ada atau tidak. Tapi kalau orangtua sudah pasti itu,” ujarnya.
Pernikahan ini diduga dilakukan di bawah tangan, tidak tercatat di Kantor Urusan Agama maupun catatan sipil, yang memperkuat dugaan adanya pelanggaran hukum.
Baca Juga : DPRD Kota Malang: Pernikahan Dini Jadi Faktor Anak Putus Sekolah
Dampak Buruk pada Anak Lain
LPA Kota Mataram menilai penyebaran video ini bisa menginspirasi anak-anak lain untuk meniru tindakan yang sama, terutama karena dikemas dengan tampilan budaya dan adat yang terlihat membanggakan.
“Dalam tanda kutip, ini bisa mengedukasi anak-anak untuk meniru perbuatan ini. Akan semakin banyak yang menganggap ini lumrah,” kata Joko.
Karena itu, LPA mengambil langkah hukum sebagai bentuk edukasi bahwa praktik perkawinan anak sudah dilarang berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Joko juga menambahkan bahwa LPA akan mendorong adanya rehabilitasi dan pemulihan psikososial bagi anak-anak yang menjadi korban perkawinan dini. Sebab, menikah di usia sangat muda berdampak pada tumbuh kembang, kesehatan, pendidikan, dan masa depan mereka.
Dengan langkah hukum ini, LPA berharap masyarakat makin sadar bahwa perkawinan anak bukan bagian dari budaya, melainkan pelanggaran hak anak yang harus dihentikan. (Aye)