SUARAGONG.COM – Ditegaskan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani bahwa untuk mendorong pembangunan nasional diperlukan berbagai aspek-aspek yang harus dipenuhi. Dalam hal ini, Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, salah satunya pajak. Menkeu menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan nasional. Pajak haruslah dipungut dengan mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan Tarif PPN 12% yang bersifat selektif dan tidak sembarangan.
Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang. Sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir.” Ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (16/12).
Perubahan Tarif PPN 12 Persen: Dirancang Selektif
Terkait Tarif PPN 12% yang dirancang selektif. Barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa angkutan umum, tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan PPN 0%.
Adapun barang tertentu yang dikenakan TArif Pajak PPN 12% meliputi tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (sebelumnya minyak curah). Namun, beban kenaikan sebesar 1% dari tarif PPN ini akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak terbebani secara langsung.
Baca Juga : PPN 12 Persen: Fokus pada Barang Mewah, Lindungi Rakyat Kecil
Pemberlakuan PPN kepada Barang dan Jasa Kategori Mewah
Sementara itu, penyesuaian tarif PPN juga akan diberlakukan untuk barang dan jasa yang dikategorikan mewah. Antaranya seperti makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.
Sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat menengah ke bawah, pemerintah juga meluncurkan berbagai stimulus dalam bentuk bantuan perlindungan sosial. Stimulus tersebut mencakup bantuan pangan, diskon listrik sebesar 50%, dan sejumlah insentif perpajakan. Beberapa di antaranya adalah perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM, insentif PPh 21 DTP untuk sektor industri padat karya, serta insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.
“Insentif perpajakan 2025 mayoritas dinikmati oleh rumah tangga, dunia usaha, dan UMKM. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, pemerintah tetap peka untuk mendorong konsumsi barang, jasa, dan aktivitas pelaku ekonomi,” tambah Sri Mulyani. (aye)
aca Artikel Berita Terupdate Lainnya dari Suaragong di Google News.