Malang, Suaragong – Arief Dwi Pangestu, atlet panah kelahiran Bantul 25 Maret 2004, atlet Olimpiade Tokyo 2020 dan Paris 2024, ternyata menyimpan kisah haru.
Persisnya sebulan sebelum SEA Games 2019, Arif Dwi Pangestu, kala itu berusia 15 tahun kehilangan Sang Ibu tercinta. Tentu saja dia luar biasa terpuruk, namun dia menolak hancur.
Kehilangan sang ibu justru memberikan motivasi memenuhi janjinya kepada ibunya. “Saya bilang ke ibu, ingin beprestasi. Saya ingin nama saya masuk mesin pencarian internet, koran, dan tv,” katanya.
Usahanya tersebut terwujud saat berusia 19 tahun. Arif meraih tiga emas SEA Games, lolos ke Olimpiade Tokyo 2020, dan memastikan lolos ke Olimpiade Paris 2024. Arif menjadi atlet Indonesia, pertama yg lolos ke Paris 2024 via jalur kualifikasi.
Baca Juga : Gaes !!! Butuh Kekompakan Atasi Sampah, APEL Batu Sepakat Hidupkan TPS3R
Performa Arif pada Kejuaraan Dunia Panahan 2023, Berlin sungguh solid. Sejak ronde kedua, Arif yg menempati seeded ke-49 sukses mengalahkan seeded lebih tinggi.
Dia menundukkan Su Yu-yang (Taiwan, No 16), UB Tumer (Turki, No 17), dan paling mengejutkan adalah Arif mampu menyingkirkan unggulan 1 dr Korea Selatan Kim Woo-jin. Woo-jin adalah kolektor 3 emas Olimpiade dan 9 emas kejuaraan dunia.
Pada perempat final, konsistensi Arif tidak luntur. Dia membekap Fumiya Saito asal Jepang (seeded 24). Arif mengaku optimistis menatap semifinal, lolos ke final, dan meraih 1 tiket Olimpiade.
Namun hujan gerimis menusuk di Berlin, membuat tangan Arif begitu dingin. Performanya tidak maksimal. Padahal sebelum ke Berlin, dia sudah berlatih begitu keras dan menjalani aklimatisasi di Belanda.
Arif kalah di semifinal melawan Eric Peters (Kanada, No 36), kalah juga di perebutan peringkat tiga melawan unggulan 3 asal Brazil Marcus D’Almeida.
Tetapi, Arif tetap berhak meraih 1 dari 3 tiket Paris 2024 dari kategori individual. Sebab, Mete Gazoz, juara dunia 2023 dari Turki, sebelumnya sudah memastikan 1 tiket via kategori tim. (ind/eko)