Malang, Suara Gong. Lahir dengan nama Muhammad Athar, merupakan anak kedua dan laki-laki satu-satunya. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga taat melaksanakan ajaran Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batu Hampar, dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batu Hampar.
Bung Hatta, kemudian mendalami pendidikan formal pertama di sekolah swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat. Lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913. Dari sana kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.
Selain pengetahuan umum, Hatta, juga mengenyam ilmu agama sejak kecil. Ia berguru kepada beberapa ulama. Seperti Muhammad Jamil Jambek, dan Abdullah Ahmad. Paling mempengaruhi perhatian Hatta, non formal adalah perekonomian. Di padang, Bung Hatta, mengenal pedagang-pedagang anggota Serikat Usaha. Ia juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond, sebagai bendahara.
Baca Juga : Gaes !!! Mahasiswa Pertanian UB Meninggal Dunia Saat Mendaki Arjuno
Sedangkan karir politik, dimulai ketika Bung Hatta, bersekolah di Belanda, dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hoge School (sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam). Berikutnya bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische Vereeniging.
Pergerakan pelajar tersebut kemudian bermetamorfosa menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan. Saat itu tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Cipto Mangunkusumo) bergabung dengan Indische Vereeniging. Nama organisasi itu kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta, selanjutnya menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta, mengumandangkan pidato inagurasi berjudul “Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”.
Karena aktivitas politiknya, Hatta, kemudian ditangkap tentara Belanda. Tak sendiri, teman seorganisasi nya Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat, juga ditangkap. Mereka dituduh menghasut untuk menentang Kerajaan belanda. Bung Hatta, juga sempat diasingkan ke Boven Digoel. Namun sebelumnya, dia dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta.
Setelah delapan tahun diasingkan, Bung Hatta, dibawa kembali ke Sukabumi, pada tahun 1942. Selang satu bulan, Pemerintah Kolonial Belanda, menyerah kepada Jepang. Pada saat itulah Bung Hatta, bergabung dengan Panitia Sembilan, yang bertugas mengolah konsep dasar negara Indonesia. Panitia kecil itu beranggotakan sembilan orang diketuai Ir. Soekarno. Masing-masing, Bung Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.
Puncaknya Kemudian pada awal Agustus 1945. Tepatnya 9 Agustus 1945, BPUPKI berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dimana Bung Karno, bersama dengan Bung hatta, dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua. PPKI bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI, dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari Jepang, kepada Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadilah peristiwa Rengasdengklok. Dimana pada peristiwa ini Bung Karno, dan Bung Hatta, diculik kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan PETA, Djiaw Kie Song, di sebuah kota kecil Rengasdengklok (dekat Karawang, Jawa Barat).
Penculikan dilakukan oleh kalangan pemuda dalam rangka mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia. Malam hari, mereka mengadakan rapat persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lokasi rapat kediaman Laksamana Tadashi Maeda, di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta.
Keesokan harinya panitia kecil yang terdiri dari lima orang, yaitu Soekarno, Hatta, Soekarni, dan Sayuti Melik, memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi. Soekarno, meminta Hatta, menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta, menyarankan agar Soekarno, yang menuliskan kata-kata yang didiktekan. Setelah pekerjaan itu selesai, mereka membawanya ke ruang tengah tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan.
Tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia, diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Tepatnya pada jam 10.00 pagi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia, dan Drs. Mohammad Hatta, diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijoprnoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwi tunggal. (ind/eko)