Malang, Suara Gong. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) selalu jadi perbincangan hangat menjelang akhir tahun. Perbedaan pendapat mengenai seberapa besar kenaikan menjadi salah satu pemicunya. UMP biasanya ditetapkan pada akhir November setelah serangkaian pembahasan oleh tripartite (buruh, pengusaha, dan pemerintah).
Demonstrasi di jalanan juga sering terjadi saat penetapan UMP. Pada September lalu, ASPEK Indonesia menuntut kenaikan UMP sebesar 15 persen pada tahun 2024. Ini terkait dengan Kebutuhan Hidup Layak yang disurvei menggunakan 64 komponen. Namun, regulasi baru membuat kenaikan UMP menjadi sangat terbatas, hanya sekitar 1,09 persen untuk 2022 dan 7,50 persen untuk 2023.
Baca Juga : Gaes !!! Rupiah Melemah Perajin Tempe dan Tahu Galau
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat mengungkapkan setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan peraturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi RI dinyatakan inkonstitusional bersyarat, kenaikan upah minimum di Indonesia menjadi sangat kecil dan tidak manusiawi.
“Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak,” kata Mirah (ind/man)