Jakarta, Suara Gong. Sebelum perang terjadi, Israel sebenarnya lagi berusaha keras menstabilkan ekonomi karena krisis politik terutama kewenangan Mahkamah Agung. Demo terjadi penuntutan kebijakan karena Rezim Benjamin Netanyahu. Dalam upaya menstabilkan ekonomi, Hamas melancarkan invasi.
Performansi mata uang Shekel menjadi yang terburuk dalam 8 tahun terakhir. Guna menstabilkan ekonomi, bank sentral Israel berencana jor-joran menjual cadangan valuta asingnya hingga senilai $30 miliar (mereka punya cadangan valuta asing senilai $198 miliar di bulan September.
Baca Juga : Gaes !!! Untuk Penghematan Rp 8 Triliun, Pejabat Daerah Dikurangi
Konsekuensi ini dapat terlihat dari ekuitas bursa saham Israel. Pada tahun 2023, apalagi pada Bulan Oktober, total ekuitas semakin turun, bursa saham jadi lesu karena diliputi ketidakpastian ekonomi. Para investor jadi enggan untuk menanamkan modalnya di Israel.
Masalah ekonomi gara-gara judicial reform belum stabil dan beres sekarang mereka berusaha menstabilkan ekonomi gara-gara perang. Hamas “memukul” Israel pada saat yang tepat. Jika ingin melemahkan Israel sekarang adalah waktunya. Kurs Shekel semakin melemah dengan penarikan Investor dan minat pasar pada valuta asing tersebut. Kondisi akan lebih diperparah jika barang komoditi Israel tidak diminati pasar ekspor. Hal tersebut akan mengakibatkan Neraca keuangan Israel akan anjlok tanpa pemasukan, hutang yang tinggi, saham yang lesu dan melemahnya nilai kurs. ( ind/man)