SUARAGONG.COM – Jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) di Jawa Timur masih tergolong tinggi. Data terbaru dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim menunjukkan bahwa pada tahun 2024, tercatat 61,10 persen dari total estimasi kasus sebanyak 116.752. Dengan angka tersebut, Dinkes Jatim berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat melalui informasi dan penyuluhan untuk mendorong partisipasi aktif dalam pencegahan TBC.
TBC Jawa Timur Tergolong Tinggi
Dinkes Jatim juga mengajak masyarakat untuk melakukan screening mandiri guna menilai risiko terpapar TBC. Salah satu cara yang disarankan adalah melalui aplikasi E-TIBI, yang dirancang untuk memudahkan proses screening.
“Kami meluncurkan aplikasi ini untuk membantu masyarakat dalam melakukan screening mandiri, sebagai upaya untuk mendeteksi terduga TBC. Jika tidak memungkinkan untuk melakukan screening sendiri. Masyarakat dapat menghubungi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan bantuan.” Ujar Drg. Sulvy Dwi Anggraini, M.M.Kes, Kepala Bidang P2P Dinkes Jatim, dalam Rapat Koordinasi Penguatan Forum Kemitraan Pencegahan dan Penanggulangan AIDS, TBC, dan Malaria (ATM) di Provinsi Jawa Timur pada 31 Oktober 2024.
Dinkes Jatim menerapkan beberapa langkah strategis untuk menanggulangi TBC. Dari segi pencegahan, mereka menyediakan imunisasi BCG, melaksanakan Program IDL/ASIK, serta melakukan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TBC. Terapi Pencegahan TBC (TPT) juga diberikan kepada kontak serumah pasien.
Dinkes Jatim Lakukan Investigasi Kontak
Untuk deteksi, Dinkes Jatim melakukan investigasi kontak (contact tracing) dan menemukan kasus aktif di populasi umum serta berisiko. Mereka juga menyediakan akses untuk skrining, diagnosis laboratorium (TCM), dan surveilans aktif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Serta memastikan ketersediaan SDM yang memadai.
Di sisi perawatan, Dinkes Jatim menjalankan program “Masyarakat Kejar TBC,” yang mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangan TBC. Program ini mencakup perawatan pasien TBC di fasilitas kesehatan dan pengobatan terbaru untuk melawan TBC resistan obat (TB-RO).
Edukasi mengenai manajemen efek samping obat, pemantauan kepatuhan pengobatan, dukungan biaya transportasi untuk pasien TB resistan obat, serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam pencegahan dan pengobatan juga menjadi fokus utama.
Dengan tingginya angka kasus TBC, partisipasi masyarakat dalam pencegahan sangat dibutuhkan. Melalui upaya kolaboratif dan program-program yang disediakan oleh Dinkes Jatim, diharapkan angka kasus TBC dapat menurun dan kesehatan masyarakat semakin terjaga. (Aye/Sg).
Baca Juga : Gaes !!! Tuberkulosis (TBC): Ancaman yang Masih Menyelinap