Malang, Suara Gong. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 akan mencapai 2,7%. Atau lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang diperkirakan sebesar 2,6%.
Namun demikian kemungkinan kondisi pertumbuhan ekonomi bisa akan lebih rendah dari ekspektasi awal. Hal ini dipengaruhi pertumbuhan yang lebih rendah terjadi di Amerika Serikat (AS), dan Eropa, sebagai pemegang mata uang yang berpengaruh.
Dalam beberapa periode akhir Triwulan pertama, Dolar, memang cukup kuat dan memberi tekanan kepada seluruh mata uang dunia. Sedangkan Eropa, mata uang Euro, dan Jepang, melemah.
“Kondisi keuangan global masih dalam ketidakpastian, sistem keuangan negara maju. Amerika Serikat sebagai pemilik mata uang Dollar, paling tampak tidak stabil dan terus berlanjut. Suku bunga The Federal Reserve, terlampau tinggi sehingga meningkatkan risiko kegagalan sistem keuangan yang menyebabkan krisis perbankan hingga ancaman kebangkrutan pemerintah AS” tutur Perry
Dalam Rapat Kerja Komisi XI dengan pemerintah (5/6/2023) Perry mengatakan, resiko resesi akan terus menjadi isu dalam pertumbuhan ekonomi. Seluruh kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi tidak mencapai 2%, hanya 0,8%. Di kawasan Eropa, 0,9%, di Amerika Serikat, dan Negara maju tahun ini pertumbuhannya rendah 1,1%.
Nampak pada nilai tukar rupiah yang menguat kurang dari 1% bahkan cenderung naik hingga Rp15.000/US$. Padahal ekonomi negara-negara ASEAN diproyeksikan tumbuh 5,1% pada 2023 dan melesat 5,5% pada 2024.
Kondisi ini dapat menjadikan penurunan inflasi di negara berkembang terjadi lebih cepat. Namun untuk negara maju diperkirakan lebih lambat karena kebijakan moneter. Suku bunga tetap tinggi dalam waktu lama atau yang sering kita sebut higher for longer. (ind/eko)