Batu, Suara Gong. Naiknya harga pupuk non subsidi membuat banyak petani di Kota Batu mulai menjerit dengan kondisi ini. Pasalnya, banyak dari mereka yang kesulitan merawat pupuk tersebut terlebih ketika terdapat tanaman yang diserang oleh hama sehingga membuat momok kerugian semakin menghantui.
Asnari salah satu petani tomat Desa Torongrejo Kecamatan Junrejo mengakui hal tersebut ketika dikonfirmasi oleh awak media pada Minggu kemarin. “Naiknya tidak tanggung-tanggung, dua kali lipat. Yang sebelumnya Rp 10 ribu perkilo naik menjadi Rp 20 ribu perkilo,” katanya.
Lebih lanjut apabila dikonversikan kedalam bentuk karung maka sebelumnya harga bubuk non subsidi berharga Rp 400 ribu per karung namun saat ini harganya telah naik menjadi Rp 800 ribu per karung. Petani dikatakan saat ini sangat bergantung pada pupuk tersebut karena saat ini pupuk bersubsidi sudah tidak bisa lagi ditemukan oleh masyarakat.
“Belum lagi kalau terkena penyakit, itu jelas membuat kami sangat pusing karena berharap untung namun malah buntung yang jami dapatkan. Mau alih profesi namun yang bisa kami lakukan hanya bertani, ini sudah menjadi mata pencaharian kami selama puluhan tahun,” keluh Asnari.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu Heru Yulianto mengatakan pupuk subsidi sebenarnya bukan tidak ada namun sejak diterbitkannya aturan baru bahwa hanya 9 komoditas yang bisa mengakses pupuk subsidi.
“Kami melaksanakan aturan dari Permentan Nomor 10 Tahun 2020 bahwa yang mendapatkan pupuk subsidi hanya komoditas tertentu, dulu itu ada 60-70 komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi. Namun, sekarang hanya ada 9 komoditas saja, padahal sebelumnya petani sayur, buah, dan bunga masih dapat pupuk subsidi. Namun, sekarang yang dapat pupuk subsidi hanya komoditas padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah-putih, tebu, kopi, dan kakao,” tuturnya.
Sementara itu untuk alur pengajuan pupuk bersubsidi, petani harus tergabung dalam kelompok tani dan melaporkan kepada penyuluh terkait rencana kebutuhan pupuknya. Sebab, pengajuan pupuk subsidi itu nantinya membutuhkan NIK, catatan luas lahan, perencanaan pola tanam, dan sebagainya. Kemudian aetelah semua data akan terekap pada masing-masing kecamatan yang ada di Batu, maka data dari 3 kecamatan akan direkap menjadi data kota.
Pihaknya juga menyatakan, meski sudah ada alokasi pupuk bersubsidi ataupun petani yang bertahan dengan pupuk non-subsidi, dia mengimbau kepada para petani agar bisa me-manage usaha taninya. “Intinya, kami berharap input dan output petani harus dipantau dengan tepat agar tidak mengalami kerugian. Kalau perlu mereka harus belajar budi daya pupuk organik. Karena tidak hanya jumlah komoditas saja yang dipangkas, namun jenis pupuk yang masuk jenis subsidi juga diatur karena sebelumnya terdapat 6 pupuk kini hanya menjadi dua jenis yakni urea dan NPK,” tandasnya. (rul/man)