Malang, Suara Gong. Pelabuhan Kambang Putih, dari abad ke-12 sudah memainkan perannya sebagai pelabuhan perdagangan. Digunakan untuk bertolak ke Annam-India dan mengalami titik puncak ramai pada abad ke-14. Yaitu masa Majapahit, yang didukung dengan berbagai kebijakan oleh Hayam Wuruk. Salah satunya, untuk mendorong majunya pelabuhan sebagai pintu gerbang perdagangan pelayaran.
Jauh sebelum itu, dalam Kitab Kidung Harsyawijaya, maupun Pararaton, juga mencatat sejarah tentang pelabuhan tersebut. Di situ dijelaskan, dari pelabuhan inilah ekspedisi kerajaan Singosari, ke Melayu (Ekspedisi Pamalayu) diberangkatkan pada 1275M.
Bahkan Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan, (1009-1042), juga berperan penting terhadap Pelabuhan Kambang Putih. Terutama membuka jalur Pantai Utara Jawa, Surabaya dan Tuban. Terdapat bukti sejarah dalam Prasasti Kambang Putih, Tuban merupakan sebuah kota maritim. Raja Airlangga, memajukan dan meramaikan Kambang Putih, sebagai pelabuhan Internasional tempat bersandarnya para pedagang dari banyak negara.
Raja Airlangga juga membuat kebijakan Sima (daerah yang diringankan pajaknya) untuk Kambang Putih. Di kawasan Sima, pajak penjualan barang dagangan hanya akan dikenakan kepada pedagang yang melebihi ketentuan batas jumlah dagangan yang telah ditetapkan
Prasasti Kambang Putih, juga menandakan bahwa di daerah ini memang digunakan sebagai jalannya aktivitas perdagangan yang menggunakan perahu. Seperti penggalan prasasti Kambang Putih
sebagai berikut: “Dwal pikupikulan, pitung pikul, banawa karwa tundan, samangkana kawnang ikang kambang puth wnang apadaganga wdi tali pahinga”.
Yang berarti aturan dagang yang jika menggunakan perahu bertundan, mereka dibebaskan dari pajak yang berorientasi pada perdagangan menggunakan kapal, sehingga ini menunjukkan suatu aktivitas pelabuhan.
Sistem emporia ini membuat jalur perdagangan yang ditempuh lebih pendek. Terdapat emporium atau kota-kota pelabuhan yang dilengkapi dengan fasilitas dan kebutuhan. Misal, untuk perdagangan pelayaran. Sekaligus mempermudah para pelaut dan saudagar memperbaki kapal-kapal yang rusak ketika digunakan berlayar. Juga tempat bertransaksi perdagangan.
Pelabuhan Kambang Putih, juga digunakan sebagai titik kumpul berbagai komoditas yang laku di pasar Internasional. Seperti merica, kayu wangi, dan juga pala dari Nusantara bagian timur.
Dengan menjadi pelabuhan emporium, maka para saudagar yang singgah akan mengangkut komoditas tersebut hingga ke Malaka. Kemudian saudagar yang berada di Malaka, akan mengangkutnya kembali ke India dan sebagainya. Hingga peran pelabuhan sangat penting dalam perdagangan pelayaran masa kuno.
Kini Pelabuhan Kambang Putih, adalah Pantai Boom Tuban, yang berubah marwah dari pelabuhan Internasional yang megah menjadi objek wisata. Kambang Putih, juga diadopsi menjadi nama terminal yang berlokasi di Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu.
Generasi milenial kini mengenal Tuban, sebagai kota seribu gua dan kota wali. Sementara tentang sejarah Tuban, sebagai pusat Pelabuhan Nusantara sudah tidak diceritakan. (ind/eko)