Batu, Suara Gong. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau berpotensi mengancam tiga desa di Kota Batu. Ketiganya berada di Kecamatan Bumiaji meliputi, Desa Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, dan Desa Sumbergondo. Sementara desa/kelurahan lainnya masuk kategori sedang.
Pada musim kemarau tahun ini Kota Batu menetapkan status siaga darurat bencana. Status itu ditetapkan SK Wali Kota Batu nomor 188.45/106/KEP /422.012/2023 yang terbit pada 23 Juni 2023. Koordinasi untuk langkah mitigasi juga dilakukan melibatkan UPT Tahura Raden Soerjo dan Perhutani KPH Malang.
Baca Juga : Gaes!!! Keberadaan Jembatan Kedungkandang Tekan Kemacetan, Ekonomi Lancar
Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu mengatakan, pihaknya bersama lintas sektor satuan tugas pencegahan bencana telah menyusun langkah mitigasi bencana karhutla. Sehingga peristiwa karhutla di lereng Gunung Arjuna pada 2019 lalu tidak terulang kembali.
Secara geografis Kota Batu dikelilingi gugusan perbukitan dan pegunungan seperti Gunung Panderman, Gunung Arjuno dan Welirang dan lainnya. Setiap musim kemarau, panjang wilayah ini sangat rentan terjadi bencana karhutla.
Pada 2018 silam tercatat luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 24,25 hektare. Karhutla terbesar terjadi pada 2019 dengan luas terdampak mencapai 397,25 hektare dengan hutan dan lahan paling banyak terbakar di lereng Gunung Arjuno yang masuk wilayah Kota Batu.
Dampak karhutla pada 2019 mengakibatkan hutan gundul yang memicu terjadinya banjir bandang di Desa Bulukerto, Kota Batu pada November 2021. Banjir bandang itu disebabkan bendung alam berupa pohon-pohon tumbang yang menyumbat aliran sungai.
“Karhutla ini rata-rata disebabkan ulah manusia. Seperti pembakaran lahan untuk membuka areal pertanian. Maupun puntung rokok yang dibuang sembarangan,” terang Agung.
Sosialisasi pencegahan juga disampaikan melalui akun sosial BPBD Kota Batu. Langkah mitigasi ini juga perlu melibatkan peran serta masyarakat. Ia menambahkan, SK Wali Kota Batu penetapan status siaga bencana ini guna memudahkan petugas pencegahan bencana melakukan intervensi darurat. Baik penambahan SDM, peralatan, logistik, perizinan dan sebagainya.
Sesuai perkiraan BMKG, menyebutkan jika ancaman musim kemarau tahun ini akan lebih kering daripada tahun-tahun sebelumnya. Diimbau bagi masyarakat untuk menghemat air karena El Nino diperkirakan akan membuat jumlah debit air menurun.
Ancaman kekeringan dan krisis, diperkirakan tidak akan dialami Kota Batu. Agung berpendapat letak geografis Kota Batu berada di ketinggian dan memiliki sumber mata air yang melimpah. Data resmi terakhir yang didapat, terdapat 111 mata air yang eksis hingga saat ini di Kota Batu. Sumber air utama tentu saja ada di Desa Tulungrejo yang menjadi hulu dari Sungai Brantas. Dimungkinkan masih ada lebih dari 300 sumber mata air yang belum diolah.
“Dampak kekeringan tidak akan terlalu signifikan. Hanya saja untuk debit air bisa mengalami penurunan mengacu dari tahun-tahun kemarau sebelumnya. Situasi itu sudah umum dihadapi para petani dari tahun ke tahun. Artinya, meski memang ada potensi El Nino nanti, Kota Batu masih terselamatkan,” kata Agung.
Agung menjelaskan jika selama musim kemarau di Kota Batu juga tidak pernah mempengaruhi sektor pertanian. Pasalnya, lahan-lahan pertanian yang tersebar di Kota Batu, termasuk area persawahan di kawasan Pendem juga masih dialiri air saat musim kemarau. Biasanya, petani akan menerapkan pengairan secara bergantian karena sumber daya air memang tengah menurun.
“Jadi kalau biasanya petani bisa menyiram sewaktu-waktu, saat kemarau dibatasi. Alirannya gantian,” jelasnya. Berbeda dengan wilayah yang berada di dataran rendah atau tandus seperti banyak terdapat di wilayah Kabupaten Malang. Bahkan, BPBD Kota Batu juga justru memenuhi permintaan perbantuan dropping air bersih ke sejumlah wilayah.
“Biasanya kita juga bantu dropping air bersih. Dulu itu pernah kita dropping ke Kabupaten, setiap hari bisa 5-6 tangki,” ujar dia. (mf/man)