SUARAGONG.COM – Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus menjadi andalan dalam mendorong pengembangan sektor produktif di Indonesia. Sejak diluncurkan hampir satu dekade lalu, program ini telah bertransformasi menjadi sahabat bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku usaha mikro lainnya. Pada era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, KUR mendapat fokus baru, yakni mendukung ketahanan pangan melalui skema KUR klaster khusus untuk petani tanaman pangan serta membantu mewujudkan program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan tiga juta rumah.
Dukungan KUR untuk Swasembada/Ketahanan Pangan
KUR klaster khusus diperkenalkan untuk mendukung program swasembada pangan yang ditargetkan tercapai pada 2028. Dalam acara “KUR Meets the Press” yang digelar di Kemenko Perekonomian, Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Gede Edy Prasetya, menjelaskan bahwa skema baru ini dirancang untuk petani tanaman pangan pokok dengan luas lahan kurang dari dua hektare.
“Petani tanaman pangan kini dapat mengakses KUR mikro hingga dua kali dalam setahun dengan suku bunga sebesar enam persen. Ini adalah salah satu cara pemerintah mengoptimalkan penyaluran KUR sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional,” ujar Gede Edy Prasetya.
KUR juga menjadi penopang program MBG, yang bertujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan sehat dan bergizi. Deputi Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, menyatakan bahwa pembiayaan melalui KUR dapat membantu UMKM sektor makanan dan minuman untuk berkontribusi pada program ini.
Program MBG sendiri mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2025. Dana ini akan digunakan untuk mendukung pelaku usaha lokal yang bergerak di sektor penyediaan pangan, baik melalui pembiayaan langsung maupun subsidi.
Dampak Ekonomi dan Penyaluran KUR
Sejak 2015 hingga Oktober 2024, pemerintah telah menyalurkan KUR senilai Rp1.827,2 triliun kepada 47,9 juta debitur, dengan subsidi bunga sebesar Rp172,2 triliun. Pada 2024, penyaluran KUR mencapai Rp246,58 triliun atau 88,06 persen dari target tahunan sebesar Rp280 triliun.
Program KUR juga terbukti mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Setiap Rp1 subsidi bunga pemerintah mampu menghasilkan leverage hingga 10,6 kali dalam bentuk penyaluran KUR ke masyarakat. Selain itu, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR terjaga di level 2,19 persen. Hal ini Jauh lebih rendah dibandingkan NPL UMKM nasional sebesar 4,06 persen.
Menurut riset BRIN, KUR juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. Pada 2023, tercatat setiap debitur KUR menyerap rata-rata tiga tenaga kerja, sehingga total tenaga kerja baru yang tercipta mencapai 9,3 juta orang.
Sinergi Solid untuk KUR yang Berkualitas
Keberhasilan KUR tidak lepas dari sinergi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pemerintah daerah, perusahaan penjamin pembiayaan, serta perbankan sebagai penyalur KUR.
Gede Edy Prasetya menekankan pentingnya menjaga kualitas penyaluran KUR dengan memastikan NPL tetap di bawah lima persen. Selain itu, penjamin KUR didorong untuk menerapkan good governance dalam pengelolaan risiko. Hal ini guna memperluas akses ke sektor produktif, khususnya yang mendukung ketahanan pangan.
Dengan kontribusi sebesar 33,2 persen terhadap kredit UMKM nasional dan 6,5 persen terhadap kredit perbankan nasional. KUR terus menjadi motor penggerak ekonomi berbasis UMKM. Pemerintah berharap program ini dapat menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi inklusif. Sekaligus mendukung target besar pemerintahan Prabowo-Gibran dalam ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan pembangunan masyarakat produktif. (Aye/sg).
Baca Juga : Gaes !!! Prabowo Ajak India Kirim Dokter Spesialis dan Profesor ke Indonesia